Bioskop di DKI Boleh Buka Tapi Pengelola Ngaku Rugi, Kok Bisa?

Bioskop di DKI Boleh Buka Tapi Pengelola Ngaku Rugi, Kok Bisa?

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 22 Okt 2020 13:29 WIB
Sejumlah bioskop di Ibu Kota mulai buka seiring dengan keluarnya surat keputusan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mereka boleh buka dengan syarat menerapkan sejumlah protokol.
Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Jakarta -

Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) mengungkapkan pengoperasian bioskop di masa pandemi Corona secara bisnis rugi besar. Sebab, kapasitas penonton yang dibuka tidak sebanding dengan biaya operasional.

Sejak tanggal 21 Oktober 2020, CGV Indonesia dan Cinepolis Cinemas mengoperasikan beberapa gedung bioskop di DKI Jakarta.

"Karena dari awal sudah nggak feasible untuk bisnis. Biar nggak buka juga nggak feasible, namun mereka kan punya policy, jaringan masing-masing, yang penting buka saja. Itu hak mereka kita berikan dengan baik. Tapi kalau secara bisnis, like bisnis di Indonesia tidak layak 25%, merugi besar," kata Ketua GPBSI Djonny Syafruddin saat dihubungi detikcom, Jakarta, Kamis (22/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengoperasian beberapa perusahaan bioskop di DKI Jakarta hanya diperbolehkan membuka 25% kursi dari total kapasitas di masing-masing teater. Belum lagi, beberapa pemasok film baik nasional maupun luar negeri tidak berani kalau kapasitas tidak sampai 50%.

Dengan begitu, Djonny menilai pengoperasian beberapa perusahaan bioskop dianggap sebagai pembelajaran untuk ke depannya.

ADVERTISEMENT

"Karena penonton sekarang tidak seperti sebelum pandemi. Jadi belajar lagi, belajar lagi, daya beli juga sudah merosot, kantong dompet sudah tipis, jadi belajar dulu," jelasnya.

Tidak hanya itu, menjalankan bisnis di tengah pandemi juga banyak tantangannya. Terutama mengenai asumsi-asumsi yang menyatakan tempat kerumunan akan menjadi klaster baru penyebaran COVID-19.

Meski begitu, GPBSI menyerahkan kembali ke kebijakan masing-masing perusahaan bioskop yang tetap ingin mengoperasikan bisnisnya di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi ibu kota.

Menurut hitung-hitungannya, untuk biaya operasional saja perusahaan bisa menghabiskan hingga Rp 100 juta. Dana tersebut untuk membayar hak para pegawai khususnya cleaning service, operator, mekanik mesin dan listrik.

"Setiap perusahaan kan punya policy, apakah itu B-to-B, kalau secara riil ya rugi dong. Karena kita juga ada pengeluaran dari rekrut pegawai," katanya.

Dia berharap Pemprov DKI Jakarta bisa meningkatkan kapasitas penonton bioskop usah PSBB masa transisi yang sekarang berlaku sudah habis.

"Kita tunggu saja minggu depan, mudah-mudahan Pak Gubernur memahami ini, mudah-mudahan diperbaiki menjadi 50%. Kalau protokolnya sudah kita ikuti. Apa-apa yang diperlukan kita ikuti, karena kita memperhatikan keselamatan dan kesehatan," tutupnya.




(hek/zlf)

Hide Ads