RI Masih Punya Banyak PR Tambah Jumlah Tes dan Pelacakan COVID-19

RI Masih Punya Banyak PR Tambah Jumlah Tes dan Pelacakan COVID-19

Vadhia Lidyana - detikFinance
Jumat, 23 Okt 2020 16:52 WIB
Coronavirus 2019-nCoV Sample. New Epidemic Corona Virus. Corona virus outbreaking. Corona Virus in Lab. Scientist hold tube with Test with the Virus Name Coronavirus. sputum examination
Ilustrasi/Foto: iStock
Jakarta -

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) membuat Proyeksi COVID-19 dan Evaluasi PSBB melalui analisis pemodelan. Pemodelan itu dilakukan sebagai bahan kajian yang bisa dipertimbangkan pemerintah dalam menetapkan kebijakan.

Hasil pemodelan itu menemukan bahwa Indonesia, terutama empat provinsi terbesar yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masih punya pekerjaan rumah (PR) dalam memperbanyak dan menyempurnakan testing, tracing, dan isolasi suspect/pasien COVID-19.

"Jikalau tes, lacak, dan isolasi dilakukan dengan baik, itu bisa menurunkan risiko untuk terinfeksi atau kecepatan epidemi sampai separuhnya. Kalau tes banyak dilakukan tapi acak, dampaknya tidak banyak pada epidemi. Tapi tes dilakukan banyak, dengan diarahkan pada contact tracing itu dampaknya banyak pada epidemi," kata Tim Pemodelan COVID-19 FKM UI Iwan Ariawan dalam webinar Bappenas, Jumat (23/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain jumlahnya diperbanyak, PR lainnya ialah mengatur jeda tracing ketika seseorang sudah dinyatakan positif.

"Yang penting jeda pelacakan, itu yang kita nggak tahu di Indonesia. Jeda pelacakan sangat penting, beberapa publikasi ilmiah yang ada mengatakan, kalau jeda pelacakannya 3 hari atau lebih, dampaknya terhadap epidemi kurang ada. Jeda pelacakan itu artinya dari kasus terkonfirmasi, pelacakan harus sudah dimulai kapan? Itu mestinya kurang dari 3 hari," paparnya.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan data yang tersedia, target tes COVID-19 di Tanah Air masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) yaitu 1.000 tes per 1 juta penduduk per minggu.

"Jadi lihat jumlah tes per 1 juta penduduk saat ini atau sampai minggu ke-41 dari data yg ada sudah 703 tes per 1 juta penduduk. Masih di bawah saran WHO," urai Iwan.

Untuk DKI Jakarta, jumlah tes sudah 3 kali lebih tinggi dari target WHO. Hanya saja, tes ini masih perlu difokuskan kepada contact tracing. Apalagi, positivity rate DKI masih 17,3% per awal Oktober 2020.

"Cuma yang perlu dilihat ini, yang dites siapa? Karena tes yang banyak itu hanya efektif untuk contact tracing," jelas Iwan.

Lalu, jumlah tes di Jawa Barat masih sangat jauh dari target WHO, yakni hanya 43%. " Jadi belum tercapai targetnya," ujar Iwan.

Selanjutnya, jumlah tes di Jawa Tengah sempat tinggi yakni hingga 71,2% dari target WHO. Sayangnya, angka tersebut kembali mengalami penurunan di awal Oktober.

"Pernah tinggi sampai 71,2% target WHO atau sudah 700-an, tapi kemudian turun lagi. Beberapa minggu terakhir turun, di awal Oktober hanya 55,5% dari target WHO," paparnya.

Terakhir, di Jawa Timur juga masih perlu ditingkatkan untuk jumlah tes maupun tracing-nya. Apalagi, positivity rate Jawa Timur secara konsisten masih bertahan di kisaran 7-10%.

"Jawa Timur jumlah tes memang meningkat tapi masih di bawah standar WHO (hanya 68% dari target) dan dari target nasional. Positivity rate menurun, tapi masih lebih tinggi dari target 5%, karena 5% ke bawah biasanya epidemi atau wabah masih terkendali, tapi ini masih di atas 5%," pungkas Iwan.


Hide Ads