Babak Baru Perseteruan Google vs Pemerintah AS

Babak Baru Perseteruan Google vs Pemerintah AS

Vadhia Lidyana - detikFinance
Sabtu, 24 Okt 2020 07:35 WIB
FILE PHOTO: An illuminated Google logo is seen inside an office building in Zurich September 5, 2018. REUTERS/Arnd WIegmann/File Photo
Foto: Arnd WIegmann/Reuters
Jakarta -

Perseteruan Google dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Department of Justice (DOJ) atau Kementerian Kehakiman masih berlanjut. Google digugat DOJ atas tuduhan monopoli pasar karena telah menguasai lebih dari 90% pengguna internet di dunia.

DOJ menilai Google juga telah melanggar aturan keamanan dan privasi atau antitrust. Kekuatan Google sebagai raksasa search engine dan periklanan diyakini sebagai monopoli ilegal. Namun, Google tak diam saja. Perusahaan sudah menyiapkan berbagai pembelaan untuk menepis tuduhan dari DOJ.

Dilansir CNN, Jumat (23/10/2020), Google menegaskan selalu memberikan layanan gratis pada penggunanya. Selain itu, Google mengaku para penggunanya tak merasa dirugikan. Pembelaan itu diharapkan dapat mematahkan tuduhan DOJ.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi, klaim Google atas layanannya yang dipastikan menguntungkan pelanggan akan terus menjadi perdebatan antara pemerintah dengan perusahaan di pengadilan.

Dalam melawan gugatan ini, Google tak akan mendapat jalur yang mudah. Pasalnya, payung hukum yang jadi acuan pemerintah yakni UU antitrust dibuat oleh pengadilan, bukan otoritas pada umumnya. Artinya, posisi hakim federal sangat kuat dalam kasus ini.

ADVERTISEMENT

Apabila menafsirkan UU antimonopoli negara, hakim dapat menyetujui atau menolak rencana merger yang dapat mengguncang industri, memutuskan apakah perusahaan terbukti melakukan monopoli persaingan, dan memerintahkan perusahaan untuk bubar. Hakim federal juga bisa saja menutup mata pada tuduhan anti-persaingan itu.
Namun, selama pengguna tak dirugikan, dan pasar beroperasi secara efisien, seharusnya pemerintah tidak boleh terlalu terlibat.

Vice President dan Penasihat Umum dari NetChoice, organisasi advokasi bidang teknologi Carl Szabo mengatakan, DOJ harus membuktikan tiga elemen kunci jika menuduh Google bersalah dalam monopoli.

"Yang pertama adalah kekuatan pasar. Kedua adalah penyalahgunaan kekuatan pasar. Dan yang ketiga adalah kerugian konsumen," Szabo.

Sayangnya, ia menilai DOJ tak dapat membuktikan elemen ketiga, di mana hingga saat ini pengguna Google memang tak dirugikan.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Ada dua gugatan utama DOJ terhadap Google. Pertama, Google sebagai search engine utama atau default dalam sistem operasi Android di seluruh dunia. Kedua, kontrak Google dengan Apple, Samsung, dan produsen perangkat lain yang menjadikan pencarian Google sebagai default di ponsel mereka.

Menurut Wakil Jaksa Agung AS Jeffrey Rosen, dua hal di atas merupakan bentuk anti-persaingan, karena mereka mencegah penyedia search engine lain untuk mendapatkan porsi di pasar, sehingga Google diduga turut mencegah konsumen dapat memperoleh akses search engine lain.

Google pun membantah hal tersebut. Menurut perusahaan, gugatan itu tak spesifik. Apalagi soal kerugian konsumen. Google menegaskan perusahaan telah memberikan apa yang diinginkan konsumen.

"Poin yang lebih besar adalah bahwa orang tidak menggunakan Google karena mereka harus, mereka menggunakannya karena mereka memilih untuk menggunakannya. Kami tetap benar-benar fokus untuk memberikan layanan gratis yang membantu orang Amerika setiap hari. Karena itulah yang paling penting," tulis pernyataan resmi Google.

Pernyataan itu diperkuat dengan preferensi konsumen dan rendahnya harga layanan yang diberikan.

"Kerugian konsumen adalah salah satu unsur kejahatan. Jika DOJ memiliki bukti kerugian konsumen, itu seharusnya ada dalam pengaduan. Karena tidak ada di sana, saya harus berasumsi bahwa itu tidak ada. Dan siapa pun yang pernah melihat episode 'Law and Order' tahu jika Anda tidak bisa membuktikan semua elemen kejahatan, maka tidak ada kejahatan yang dilakukan," tegas Szabo.

Namun, menurut hakim murahnya layanan Google justru akan membutakan konsumen, dan justru dapat menimbulkan kerugian, pasalnya konsumen harus memberikan data pribadi untuk memperoleh layanan Google. Penilaian itu dinilai sebagai obsesi hakim yang kabur dan ketinggalan zaman.


Hide Ads