Akhir Menyedihkan PT AAF

Catatan Bisnis

Akhir Menyedihkan PT AAF

- detikFinance
Rabu, 25 Jan 2006 11:25 WIB
Jakarta - PT ASEAN Aceh Fertilizer (AAF) secara resmi mengumumkan rencana likuidasinya. Keputusan untuk membubarkan BUMN yang berpusat di Aceh ini diambil dalam dua kali RUPSLB, yakni pada 17 September 2005 dan 14 Januari 2006.Dalam pengumumannya melalui likuidator Jusuf Indradewa & Partners, Rabu (25/1/2006), AAF menyatakan, para pemegang saham telah menyepakati dua hal.Pertama, membubarkan dan melikuidasi perseroan. Kedua, menunjuk Jusuf Indradewa & Partners Legal Consultant sebagai likuidator.Inilah akhir dari BUMN yang dibentuk pada 12 April 1979 dengan berlandaskan pada Deklarasi Bangkok tahun 1967. Dalam deklarasi tersebut, negara-negara ASEAN sepakat untuk memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kerjasama. Dan AAF adalah wujud dari salah satu kesepakatan di bidang perekonomian.Komposisi kepemilikan awal AAF adalah pemerintah Indonesia yang diwakili PT Pupuk Sriwidjaja (60%), Thailand yang diwakili Departemen Keuangannya (13%), Malaysia yang diwakili Petronas (13%), Filipina diwakili oleh National Fertilizer Corporation of Philippine (13%), dan Singapura diwakili oleh Temasek Holding Pte Ltd (1%).PT AAF pernah mengukir prestasi sebagai pabrik yang berproduksi tertinggi di dunia (695,826 M. ton) pada tahun 1997, untuk kapasitas pabrik single line 570,000 M. ton design. Total produksi pupuk AAF mencapai 600 ribu ton per tahun dengan pendapatan Rp 700 miliar per tahun.Namun seiring berjalannya waktu, nasib AAF semakin menyedihkan karena seretnya pasokan gas. BUMN ini pun jatuh bangun mencoba tetap berproduksi.Produksi AAF pun akhirnya mulai terhenti setelah pasokan gas dari ExxonMobil dihentikan karena negosiasi harga gas antarkedua perusahaan yang dilakukan sejak awal tahun 2003 tidak membuahkan hasil.Kala itu, ExxonMobil Indonesia menginginkan gas yang dijual seharga US$ 1,85 million matrix brithis thermal unit (MMBTU), sedangkan AAF tetap bertahan dengan harga 1 dollar AS per MMBTU.Padahal AAF sangat tergantung dari pasokan gas ExxonMobil yang merupakan mitra kerjanya selama 15 tahun. Kontrak kerjasama tahap I dengan ExxonMobil berakhir pada 31 Desember 2002.AAF pun pernah mengajukan permintaan agar ada subsidi gas. Namun usulan itu ditolak mentah-mentah dengan alasan produksi gas AAF hanya untuk diekspor, sementara produksi pupuk AAF semata-mata untuk diekspor.AAF kini tercatat memiliki 1.400 orang karyawan yang terdiri atas 700 karyawan tetap dan 700 karyawan sub kontrak yang merupakan karyawan tidak tetap, tapi masa kerja di atas atau sama dengan tiga tahun.Kisruh pasokan gas yang tiada akhir itu akhirnya membawa akhir yang tragis bagi AAF. Sekitar 1.400 karyawan AAF pun harus di-PHK karena pemerintah tidak punya komitmen yang tegas untuk membantu BUMN-nya. (qom/)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads