Kementerian Keuangan mencatat pemerintah sudah menarik utang sebesar Rp 958,6 triliun hingga akhir Oktober 2020. Hal ini sejalan dengan realisasi defisit anggaran yang melebar ke level 6,34% pada tahun ini atau setara Rp 1.039,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan defisit APBN hingga akhir Oktober 2020 sudah mencapai 4,67% atau setara Rp 764,9 triliun. Realisasi defisit ini dikarenakan pendapatan negara sampai akhir Oktober baru Rp 1.276,9 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp2.041,8 triliun.
"Dengan adanya defisit di atas 4%, maka pembiayaan utang kita sampai Oktober mencapai Rp 958,6 triliun," kata Sri Mulyani dalam video conference APBN KiTa edisi November, Senin (23/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sri Mulyani: Utang Semua Negara Naik! |
Dari total pembiayaan utang yang mencapai Rp 958,6 triliun, Sri Mulyani menyebut yang berasal dari surat berharga negara (SBN) netto sebesar Rp 943,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp 15,2 triliun.
Sementara untuk pembiayaan investasi kontraksi Rp 28,9 triliun hingga akhir Oktober 2020. Hal itu dikarenakan anggaran investasi kepada BUMN, investasi kepada BLU, dan investasi kepada lembaga atau badan lainnya mengalami kontraksi.
Sedangkan untuk pemberian pinjaman realisasinya Rp 1,9 triliun atau 32,3% dari target Rp 5,8 triliun. Lalu kewajiban penjaminan kontraksi Rp 3,4 triliun, dan terakhir pembiayaan lainnya Rp 0,2 triliun. Dengan begitu, maka total pembiayaan anggaran pemerintah hingga akhir Oktober 2020 mencapai Rp 928,4 triliun.
APBN masih gali lubang tutup lubang di halaman berikutnya.
APBN Masih Gali Lubang Tutup Lubang
Dengan realisasi defisit APBN yang sebesar 4,67% atau Rp 764, triliun terhadap produk domestik bruto (PDB), maka anggaran keseimbangan primernya mencapai Rp 513,3 triliun atau sudah 73,3% dari target Rp 700,4 triliun pada Perpres Nomor 72 Tahun 2020.
Perlu diketahui, keseimbangan primer dalam APBN merupakan penerimaan dikurangi belanja negara, namun tidak memasukkan komponen pembayaran bunga utang. Artinya, bila keseimbangan primer bisa surplus, pemerintah tidak memerlukan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama.
Sebaliknya, jika keseimbangan primer negatif maka pemerintah perlu menerbitkan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama alias gali lubang tutup lubang.
Simak Video "Utang Pemerintah Bengkak, Ini Penjelasan Sri Mulyani"
[Gambas:Video 20detik]
(hek/ara)