Inggris Alami Resesi Ekonomi Terburuk dalam 300 Tahun

Inggris Alami Resesi Ekonomi Terburuk dalam 300 Tahun

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 27 Nov 2020 09:27 WIB
Rebuilding, renovating, repairing, restoring the Houses of Parliament and Elizabeth Tower in London.
Ilustrasi/Foto: iStock
Jakarta -

Ekonomi Inggris mengalami resesi terburuk di lebih dari 300 tahun. Kegagalan mengamankan kesepakatan dagang baru dengan Uni Eropa akan membuat pemulihan ekonomi negara tersebut lebih lama dan sulit.

Mengutip CNN, Jumat (27/11/2020), Office for Budget Responsibillity menyatakan, Brexit tanpa kesepakatan akan mengurangi produksi 2% tahun depan dan membuat ekonomi Inggris 1,5% lebih kecil setelah 5 tahun dibandingkan skenario, di mana Perdana Menteri Boris Johnson mencapai kesepakatan dengan Brussels.

Pembicaraan terhenti pada hak penangkapan ikan, bantuan pemerintah untuk perusahaan, dan bagaimana menyelesaikan perselisihan. Johnson harus memutuskan apakah berpegang teguh pada kedaulatan nasional di ketiga wilayah itu sepadan dengan harga ekonomi yang akan dibayar Inggris jika negosiasi gagal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tarif, kuota ekspor, birokrasi, dan hambatan perdagangan lainnya akan mulai berlaku pada 1 Januari jika tidak ada kesepakatan. Pengangguran akan menjadi lebih tinggi.

Johnson memiliki sedikit waktu tersisa untuk mengamankan kesepakatan perdagangan baru dengan Uni Eropa, tetapi Inggris menghadapi situasi ekonomi yang mengerikan bahkan jika kesepakatan terwujud.

ADVERTISEMENT

Office for Budget Responsibility memperkirakan PDB turun 11,3% tahun ini, penurunan terbesar dalam output tahunan sejak Great Frost tahun 1709, musim terdingin di Eropa dalam 500 tahun yang menyebabkan kematian dan kerusakan luas pada pertanian. Dan bahkan dengan kesepakatan Brexit, badan pengawas mengatakan kemungkinan akan mengurangi produksi sebesar 3% di bawah skenario di mana pembatasan virus Corona dipertahankan sampai musim semi.

Pada hari Rabu, Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak mengumumkan rencana pengeluaran ÂŖ 4,3 miliar (US$ 5,7 miliar) untuk membantu mencegah pengangguran melalui langkah-langkah seperti pekerjaan bersubsidi untuk kaum muda dan meningkatkan kapasitas pusat dukungan pekerjaan.

Office for Budget Responsibility memperkirakan pengangguran meningkat menjadi 7,5% pada kuartal II tahun depan, yang berarti 2,6 juta orang akan kehilangan pekerjaan, 1 juta lebih banyak dari saat ini. Jika tidak ada kesepakatan Brexit, pengangguran mencapai puncaknya di 8,3% pada kuartal III-2021 dan pemulihan dari pandemi membutuhkan waktu hingga kuartal III-2023 alih-alih akhir 2022.

"Keadaan darurat kesehatan kami belum berakhir dan darurat ekonomi kami baru saja dimulai," kata Sunak kepada parlemen dalam sebuah pidato.

Ia menambahkan, Pemerintah Inggris menghabiskan ÂŖ 280 miliar (US$ 373 miliar) untuk langkah-langkah dukungan agar negara itu melewati virus Corona.

(acd/ara)

Hide Ads