Jakarta -
Ekspor benih lobster kembali ramai diperbincangkan usai KPK menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus suap ekspor benih lobster. Bersamaan dengan itu, Effendi Gazali menerima tantangan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk debat soal ekspor benih lobster.
"#siapdebatlhoBu Bu @Susipudjiastuti ysh, @detikcom @korantempo @hariankompas tentu semua Pihak sdg tg Konpers KPK soal OTT25/11. Tp sdh di-mention lg ttg debat soal benih lobster & sy tetap siap. Kapan bu? Di TV? Di DPR? Di kampus? Siap kt buka semua fakta utk publik. Trims Bu," cuit Effendi lewat akun Twitter pribadinya @effendigazali, dikutip Rabu (25/11/2020).
Bahkan, Penasehat Ahli di Kementerian Kelautan dan Perikanan itu meminta Susi agar jawabannya untuk debat ini agar dipenuhi oleh Susi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"#siapdebatlhoBu3 Bu @Susipudjiastuti ysh, @detikcom @korantempo @hariankompas bagusnya tentu kt tg stlh Konpers KPK, tp krn isunya sdh dielus2 oleh org2 itu jg, ya ilmuwan siap selalu Bu, skl ini jgn tdk dtg ya Bu, trims, slm sehat," sambungnya.
Tolak Debat
Susi dan Effendi memang beberapa kali berdebat melalui Twitter terkait ekspor benih lobster. Dalam perseteruan itu, Susi adalah sosok yang menolak keras ekspor benih lobster kecewa dengan pernyataan Effendi yang seakan-akan membenarkan bisnis kontroversial itu.
Sementara itu, Effendi menolak klaim Susi yang menyebut dirinya mendukung ekspor benih lobster. Effendi mengajak Susi berdiskusi terbuka dalam sebuah forum diskusi publik mengenai kondisi lobster.
Susi menjawab ajakan itu dengan mengatakan bahwa ada orang yang lebih tepat berdiskusi terkait ekspor benih lobster dengan Effendi.
"Kan sudah saya jawab. Pak Rahman lebih cocok debat sama EG (Effendi Gazali)," kata Susi kepada detikcom, Senin (17/2/2020).
Susi kemudian menyebutkan, orang tersebut adalah Kepala Desa Bagolo Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Rahman Hidayat. Sosok kepala desa sekaligus nelayan ini pernah menjadi narasumber dalam sebuah pemberitaan detikcom yang dibagikan Susi dalam cuitannya.
Susi berpendapat, Rahman lebih berilmu kalau mau bicara soal lobster. Maka dia menilai Rahman cocok berdebat dengan Effendi yang menurutnya berilmu.
"Nelayan nama Rahman di artikel detik ini jauh lebih mengerti ttg Lobster, dibanding saya. Sebaiknya yg berilmu debat dg yg berilmu," cuit Susi.
Dalam catatan detikcom, Rahman menegaskan pihaknya menolak rencana pemerintah untuk membuka keran ekspor benih lobster atau yang biasa dikenal nelayan dengan sebutan baby lobster. Karena akan merusak usaha nelayan.
"Kami setuju untuk tetap dilarang penjualan apalagi ekspor baby lobster. Karena nantinya akan merusak dan menghancurkan usaha nelayan sendiri dari segi penghasilan," kata Rahman.
Rahman meminta pemerintah tetap tegas melarang ekspor benih lobster jika tak ingin lobster punah dari lautan Indonesia. Ia mensinyalir, ada oknum atau mafia di balik ekspor ini.
"Kalau boleh mafia atau oknum itu dihukum oleh nelayan saja. Rek dikarungan dialungkeun ka laut oknum na (Mau dimasukan karung dilempar ke laut oknumnya)," kata Rahman sambil melempar senyum.
Desa Bagolo sendiri merupakan salah satu wilayah penghasil lobster di Kabupaten Pangandaran Jawa Barat. Setiap hari ratusan kilogram lobster ukuran konsumsi dihasilkan dari tangkapan 157 nelayan yang ada di desa tersebut.
Sejak beberapa tahun terakhir, para nelayan ini merasakan betul semakin menurunnya tangkapan lobster akibat aktifitas penangkapan yang membabi-buta hingga baby lobster. Saat ini seorang nelayan bisa membawa pulang puluhan kilogram lobster ukuran besar, hanya tinggal cerita. Kalau pun ada, sangat jarang sekali.