Utang Amerika Serikat (AS) ke China tembus US$ 1,06 triliun atau Rp 14.989,46 triliun (kurs Rp 14.141/US$). Sementara total utang AS ke sejumlah negara hingga akhir September mencapai US$ 20,4 triliun.
Dengan jumlah utang tersebut, China menjadi negara yang paling banyak memberikan utang ke AS. Selain China, surat utang AS paling banyak dipegang oleh Jepang.
Dikutip dari South China Morning Post, Sabtu (5/12/2020), total kepemilikan asing terhadap surat utang AS mencapai US$ 7,07 triliun atau 35% dari yang diterbitkan. China memegang 5,2% dari seluruh surat utang AS tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: JCPenney Lolos dari Kebangkrutan |
China punya alasan tersendiri dari aksi borong surat utang AS tersebut. Salah satunya untuk menjaga nilai tukar Yuan agar tetap stabil. Mata uang Yuan penting dijaga tetap stabil agar ekonomi dalam negeri tak terpuruk sekaligus harga ekspornya terjaga murah.
Cara China menjaga Yuan agar tetap stabil adalah dengan mencetak Yuan banyak-banyak, lalu membeli dolar. Dolar yang dibeli itu tentu tidak bisa disimpan begitu saja, tetapi dipinjamkan ke Amerika dengan membeli surat utang bernama Treasury Securities yang dikeluarkan Pemerintah AS.
Lagi pula, Dolar AS juga diterima secara luas dan banyak digunakan dalam transaksi internasional. Komoditas penting seperti migas salah satunya, dihargai dan diperdagangkan dalam dolar AS.
Jika China mulai melepaskan utang AS, dapat memicu aksi jual di pasar obligasi, membuat suku bunga AS naik dan berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi. Aksi jual tiba-tiba juga bisa menyebabkan nilai tukar dolar AS jatuh terhadap yuan, membuat ekspor China lebih mahal dan dolar lebih lemah.
Lalu, bagaimana prospek kepemilikan utang AS di China? Klik halaman selanjutnya>>>