Salah satu peristiwa besar sepanjang 2020 adalah pengesahan hingga aksi demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja pemerintah dan DPR di tengah pandemi COVID-19 dikritik dan ditolak berbagai pihak lantaran terburu-buru dan tidak mengakomodir pihak lain, salah satunya buruh.
Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutnya Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020. Alhasil, demonstrasi besar-besaran pun terjadi, mulai dari Jakarta hingga ke daerah.
Pengin tahu kisah selengkapnya? Berikut ini kilas balik perjalanan Omnibus Law Cipta Kerja yang menjadi perhatian besar publik
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. DPR Weekend Rapat Malam-malam
Sebelum disahkan, pemerintah dan Badan Legislatif (Baleg) DPR kebut penyelesaian Omnibus Law Cipta Kerja. Kedua pihak pernah rela rapat jam 21.00-23.00 WIB Sabtu malam (3/10).
"Jam 21.00 di Baleg DPR RI akan ada rapat Baleg dengan Menko Perekonomian dan menteri terkait untuk pengambilan keputusan tingkat 1 RUU Ciptaker," ujar anggota Baleg DPR Hinca Panjaitan kepada detikcom, Sabtu malam (3/10/2020)
Hasil dari rapat itu, Baleg DPR menyetujui bahwa UU Cipta Kerja dibawa ke sidang paripurna. Tujuh Fraksi yang menerima Omnibus Law Cipta Kerja adalah PDI-P, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, PAN. Sedangkan yang menolak adalah Fraksi Demokrat dan PKS.
"Setelah kita mendengar bersama-sama pendapat dan pandangan fraksi-fraksi, pemerintah serta DPD, tadi sudah disampaikan ada 7 fraksi yang menerima dan 2 menyatakan menolak. Oleh karena saya meminta persetujuan kepada seluruh anggota, dan pemerintah, apakah Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja ini bisa kita setujui untuk diteruskan pengambilan keputusannya di tingkat selanjutnya?," ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas, dalam rapat kerja Pemerintah dan Baleg DPR dikutip dari YouTube DPR.
"Setuju," jawab mayoritas anggota Baleg DPR.
Selain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah yang hadir fisik antara lain Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Sedangkan yang hadir secara virtual Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Menteri Agraria/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri ESDDM Arifin Tasrif, serta Menteri Koperasi & UKM Teten Masduki.
2. Disetujui Rapat Paripurna DPR 5 Oktober 2020
Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 5 Oktober 2020. Kesepakatan itu diambil dalam rapat paripurna yang digelar di gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dari 9 fraksi DPR, 6 fraksi menyetujui omnibus law RUU Cipta Kerja, 1 fraksi, yaitu PAN, menyetujui dengan catatan, sementara 2 fraksi, yaitu Demokrat dan PKS, menyatakan menolak RUU Cipta Kerja yang kini sudah menjadi UU itu.
Ada 7 UU yang dikeluarkan dari pembahasan UU Cipta Kerja, terutama UU tentang pendidikan, serta 4 UU yang dimasukkan ke pembahasan. Ada pula perubahan mengenai jumlah bab dan pasal dalam RUU Cipta Kerja. Saat disahkan pada 5 Oktober 2020, aturan itu setebal 905 halaman.
Awalnya paripurna DPR RI dijadwalkan 8 Oktober 2020. Namun pada Senin (5/10), muncul kabar bahwa paripurna RUU Omnibus Law Cipta Kerja dilangsungkan di hari tersebut. DPR lalu menggelar rapat konsultasi pengganti Bamus hingga akhirnya bersepakat paripurna diselenggarakan siang itu juga.
Benar saja, para menteri yang mewakili pemerintah berdatangan ke gedung DPR. Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja sekaligus penutupan masa sidang langsung digelar karena disebut ada anggota Dewan yang positif Corona. Dibanding gedung lockdown, DPR memilih mempercepat reses.
3. Diwarnai Aksi Walk Out
Sidang paripurna pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja diwarnai debat panas antara peserta rapat dengan pimpinan DPR. Demokrat ngotot ingin menyampaikan pandangan fraksinya terkait penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Setelah debat panas berlangsung dengan pemimpin rapat Azis Syamsuddin, Demokrat memilih walk out (WO) dari pembahasan pengesahan RUU Cipta Kerja.
Anggota Demokrat mengajukan interupsi agar pengesahan RUU Cipta Kerja ditunda atau voting. Setidaknya tiga politikus Demokrat interupsi yaitu Irwan, Didi Irawadi, dan Benny K Harman. Namun, Azis Syamsuddin tetap melanjutkan rapat.
"Kalau demikian, kami Fraksi PD menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab," kata Benny. Setelah itu, anggota Demokrat keluar dari ruang sidang.
4. Buruh Mogok Nasional
Jutaan buruh yang tergabung dalam berbagai asosiasi langsung melakukan aksi mogok nasional untuk menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja. Aksi mogok nasional dilakukan selama 6-8 Oktober 2020.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal pernah mengatakan mogok nasional diikuti oleh 2 juta buruh. Mereka berasal dari berbagai perusahaan yang tersebar di 25 provinsi dari hampir 10 ribu perusahaan berbagai sektor industri di Indonesia.
"Menyikapi rencana pemerintah dan DPR RI yang akan mengesahkan RUU Cipta Kerja dalam sidang paripurna DPR RI, maka KSPI dan buruh Indonesia beserta 32 federasi serikat buruh lainnya menyatakan menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan akan mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020. Mogok Nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh," kata Said kepada detikcom.
Sebagai aksi mogok nasional, buruh yang tersebar di daerah akan setop produksi dari jam 06.00-18.00 WIB di lingkungan pabrik masing-masing.
5. Demo Besar-besaran
Puncak demo penolakan Omnibus Law Cipta Kerja terjadi pada Kamis (8/10). Aksi unjuk rasa itu diwarnai kericuhan hingga menyebabkan s3jumlah fasilitas umum seperti halte TransJakarta mengalami kerusakan. Bahkan Halte TransJakarta Bundaran HI dan Tosari terbakar.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan ada puluhan halte TransJakarta yang rusak akibat demo omnibus law Cipta Kerja yang berujung ricuh. Tiga halte di antaranya rusak berat dan harus dirombak total.
"Jadi ada 46 halte yang mengalami kerusakan, kemudian ada tiga halte yang rusak berat. Ini seperti halte di Bundaran HI, Tosari, sama Sawah Besar. Itu rusak berat yang harus dirombak total," kata Anies setelah meninjau Halte TransJakarta Bundaran HI, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10/2020).
Anies memperkirakan biaya perbaikan halte TransJakarta yang rusak mencapai Rp 65 miliar.
"Untuk halte itu diperkirakan sejauh ini ya, per hari ini Rp 65 miliar. Angkanya cukup besar ini bukan angka yang kecil, dan bisa dibilang ini halte terbaik di Indonesia yang rusak ini. Kalau terbaru itu ini satu di Bundaran HI dan di Tosari. Kita akan segera kembalikan supaya bisa berfungsi lagi dengan baik," ujar Anies.