Jakarta -
Pandemi virus Corona (COVID-19) mengguncang dunia usaha. Mulai dari bisnis pariwisata, penerbangan, properti, aktivitas ekspor-impor, dan sebagainya tergerus dampak pandemi. Di sisi lain, ada sejumlah bisnis yang boleh dibilang tetap kuat meski dihantam Corona.
Bahkan, masih bisa cuan. Apa saja bisnis tersebut?
1. Bisnis Frozen Food
Di saat bisnis lain berjatuhan karena pandemi virus Corona, bisnis makanan beku atau frozen food justru kian melejit. Masyarakat makin melirik frozen food karena mudah dimasak di rumah, selain itu dapat disajikan ketika masih hangat. Tentunya, akan berbeda dengan makanan jadi yang dipesan, lalu diantar ke rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu pedagang frozen food yang meraup cuan besar selama pandemi ialah Ronal Mediansyah. Sebelumnya, ia memiliki bisnis team building dan outdoor games provider. Sayangnya, bisnisnya itu terpaksa ditutup sementara selama PSBB demi mencegah penyebaran virus Corona.
Ia pun memutuskan mengembangkan bisnis makanan frozen food yang diberi nama Parkia Food. Sebelum memilih frozen food, Ronal sempat kepikiran untuk menjual produk sayuran segar, namun gugur karena dirasa terlalu ketat persaingannya dengan brand yang sudah ada.
Adapun frozen food yang ia jual antara lain kambung guling, seafood, burger, kebab, dan ebi tempura. Modalnya untuk memulai bisnis itu tak besar, hanya sekitar Rp 5 juta - Rp 10 juta. Akan tetapi, selama 1,5 bulan berjalan, ia sudah mampu mengumpulkan omzet hingga Rp 30 juta.
"Modal awal dan costnya itu tidak terlalu tinggi karena kita tidak perlu dapur dan tempat khusus seperti itu, waktu itu kurang lebih Rp 5-10 jutaan ya untuk beli bahan dan belajar ngolahnya itu, nah untuk omzet itu kurang lebih Rp 20-30 jutaan," ungkap Ronal.
Pemasarannya dimulai melalui akun Instagram bisnis barunya itu, yakni @parkiafood. Tingginya aktivitas di media sosial selama pandemi sangat membantu penjualan bisnis frozen food miliknya itu. Tak hanya itu, ia juga secara agresif memasarkan produknya kepada teman, keluarga dan pelanggan di bisnis sebelumnya.
"Kami jual online dari media sosial Instagram, lalu dari Whatsapp kita blast ke teman, keluarga dan kita juga email ke pelanggan Parkia Adventure juga," jelas dia.
2. Bisnis Sepeda Laris-Manis
Pandemi Corona menimbulkan 'demam bersepeda' di Indonesia. Fenomena itu mulai terasa sesudah perayaan Lebaran 2020, tepatnya sejak bulan Juni 2020, di mana kebijakan PSBB mulai dilonggarkan, dan masyarakat sudah boleh beraktivitas di luar rumah secara bertahap. Fenomena itu pun menyebabkan permintaan akan sepeda meningkat, dan para pedagang sepeda diserbu masyarakat.
Salah satu pusat penjualan sepeda di Ibu Kota, yakni Pasar Rumput yang berlokasi di Jakarta Selatan pun diserbu. Mulai dari masyarakat yang menggunakan sepeda langsung untuk dirinya, sampai para pedagang toko sepeda pinggiran juga menyerbu Pasar Rumput untuk mengisi kekosongan stok di tokonya.
Sejumlah pedagang di Pasar Rumput mengaku, penjualan melonjak drastis, dan minimal bisa menjual 5 sepeda per hari. Para pedagang sepeda di Pasar Rumput mengaku penjualannya naik lebih dari 50%.
Tak hanya di Ibu Kota, para pedagang sepeda di Kota Bandung juga diserbu masyarakat. Sumitro, pedagang sepeda di Jalan Veteran Kota Bandung mengatakan, penjualannya naik lebih dari 100% pada Juni 2020 lalu, sehingga omzetnya tembus ratusan juta rupiah.
"Sekitar 50 unit dalam satu bulan. Kenaikan 1005, omzet per bulan mencapai Rp 200-250 juta," ujar Sumitro, Selasa (23/6/2020)
'Demam bersepeda' itu juga menyebabkan produsen kewalahan memenuhi permintaan. Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) Rudiyono mengatakan melonjaknya permintaan sepeda membuat para produsen meningkatkan kapasitas produksi hingga 30%.
"Kita sudah ngobrol sama anggota, kenaikan produksi 20-30%. Penjualan juga sekitar itu," kata Rudiyono kepada detikcom, Sabtu (20/6/2020).
Ia mengaku, anggota AIPI cukup terkejut dengan melonjaknya permintaan sepeda secara mendadak. Pasalnya, di awal penyebaran virus Corona, kinerja produsen sepeda cukup terpuruk hingga beberapa pabrik menghentikan produksinya dan berencana merumahkan karyawan.
"Ini kondisinya sebenarnya teman-teman nggak menyangka. Sama sekali nggak menyangka. Padahal sebelumnya sudah ada yang ancang-ancang untuk merumahkan. Bahkan pada bulan-bulan Maret ada yang sementara nggak produksi," jelas Rudiyono.
Ia mengatakan, kejutan ini berhasil membuat para produsen sepeda batal melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya.
"Alhamdulillahnya jadi sementara nggak perlu di-PHK," ujarnya.
Masih ada 3 bisnis lain yang cuan selama pandemi. Langsung klik halaman berikutnya.
Pandemi Corona turut membuat para penjual layangan seperti 'tertiban durian runtuh'. Lantaran, bermain layangan kini jadi tren lagi di masyarakat. Salah satunya sepertinya yang dialami pemilik Toko Agen Layangan dan Benang TW, Wisnu Hadi yang omzetnya melonjak hingga 100% sejak kebijakan beraktivitas dari rumah diterapkan.
Omzet Wisnu naik dari rata-rata Rp 70-100 juta setahun, kali ini bisa mencapai Rp 150-200 juta setahun. Lonjakan setinggi itu, baru pertama kali dirasakannya sejak tokonya berdiri per 1993 lalu.
"Sampai 100% ya, ini baru pertama kali seperti ini," ujar Wisnu kepada detikcom, Senin (13/7/2020).
Peningkatan omzet tentu sejalan dengan peningkatan pesanan yang diterima penjual layangan. Menurut Wisnu, pesanan layangan paling banyak masih berasal dari Jabodetabek, karena hanya daerah ini saja resellernya berasal. Sedangkan Wisnu tidak membuka pesanan secara online, karena tak sempat mengurus pesanan online.
Toko penjual layangan lainnya juga merasakan lonjakan pesanan serupa. Meski tak setinggi Wisnu, Toko Layangan Jangkrik mencatatkan kenaikan omzet antara 80-90% dibanding rata-rata omzet tahunan biasanya.
"Meningkat terus ya dari Maret kemarin, biasanya musiman pas menjelang Agustusan atau Hari Raya gitu. Kalau sekarang, Alhamdulillah naik terus ya antara 80-90%," kata Lina, asisten Toko Layangan Jangkrik.
Pesanan yang masuk dalam 1 hari kadang bisa mencapai hingga 60 bal layangan atau 60.000 lembar layangan hanya untuk satu pelanggan. "Banyak yang belinya borongan, paling sering itu orang beli 1 mobil atau 60 bal layangan," tutur Lina.
4. Bisnis Tanaman Hias
Tren tanaman hias di tengah pandemi tak pernah diduga oleh para penjualnya. Permintaan masyarakat terhadap tanaman hias meningkat drastis, bahkan hingga 10 kali lipat. Hal itu pun membuat para pedagang meraup omzet yang fantastis di tengah pandemi Corona, bahkan ada yang sampai tembus miliaran rupiah.
Salah satu penjual tanaman hias yang mencetak omzet besar di tengah pandemi ialah Rico Rusdiansyah, pemilik toko @Titikhijau. Ia yang sudah menjalani bisnis ini selama 3 tahun, baru merasakan penjualannya melonjak di tengah pandemi ini.
Penjualan tertingginya ada di bulan Mei 2020, di mana ia sempat merasakan omzet per bulannya tembus hingga Rp 1 miliar. Omzet itu merupakan akumulasi penjualan tanaman di dalam negeri, dan juga yang diekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat (AS), negara-negara di benua Eropa, lalu ke Hong Kong, Korea Selatan (Korsel), dan sebagainya.
"Kalau ditotal lokal dan lain-lain ya dapat Rp 1 miliar, itu di Mei puncaknya," ungkap Rico ketika ditemui detikcom di tokonya, di kawasan Depok, Jawa Barat, Kamis (27/11/2020).
Adapun jenis tanaman hias yang marak dicari mulai dari monstera, philodendron, anthurium, syngonium, dan sebagainya.
Ditemui secara terpisah, Mas Ayu Febiryanti atau Ayu yang juga menjual tanaman hias dengan jenis-jenis yang sebagian besar sama, turut mengalami lonjakan omzet di tengah pandemi COVID-19 ini. Sama seperti Rico, omzet tertingginya ada di bulan Mei 2020, yang tembus hingga 10 kali lipat yakni Rp 500-600 juta.
"Kalau omzetnya paling tinggi di 2020 sekitar Rp 500-600 juta, itu naiknya 10 kali lipat," ungkap Ayu kepada detikcom.
Selain para penjual tanaman hias ukuran besar itu, seorang penjual tanaman hias ukuran kecil atau jenis sukulen yang bernama Putri Nabila juga merasakan peningkatan omzet di tengah pandemi. Pemilik toko @Succuland_ itu mengatakan, omzetnya naik 2 kali lipat dalam beberapa bulan terakhir.
"Kalau peningkatan tinggi banget. Omzetnya sebelum ramai, sekitar Rp 10 juta/bulan. Sesudah tren ini Rp 20 juta/bulan, jadi peningkatannya pesat banget," ujar Nabila kepada detikcom.
Ia mengatakan, awalnya fokus menjual sukulen ini baru dimulai pada Februari 2020. Ia mulai berjualan sukulen bersama temannya, Tasya Shafira. Ia mengatakan, di awal-awal penjualan dengan modal Rp 500.000, ia memerlukan waktu 2 bulan sampai balik moda. Namun, kondisinya berbeda lagi saat pandemi.
"Di toko saya awalnya pas belum nge-tren 2 bulan untuk balik modal. Tapi sekarang nge-tren 2 minggu sudah balik modal," ujarnya.
Tak hanya penjual tanaman hias, penjual pot pun turut kena rezeki 'nomplok' di tengah pandemi. Sugiyono misalnya, pemilik toko Kharisma Jaya yang menjual beragam pot untuk tanaman, dan juga alat berkebun lainnya di kawasan Ciledug dan Bintaro juga meraup omzet yang besar saat tanaman hias marak.Ia mengaku, omzet tokon ya tembus sampai Rp 1 miliar dalam satu bulan di tengah pandemi ini.
"Pernah di 2020 ini Rp 1 miliar. Omzet tertinggi sejak Juli-Oktober 2020. Tapi November ini mulai turun sedikit, mungkin karena orang sudah masuk kerja," jelasnya kepada detikcom melalui sambungan telepon.
Apa ya bisnis ke-5 yang tetap cuan selama pandemi? Buruan klik halaman berikutnya
5. Bisnis Ikan Cupang
Tak hanya bisnis tanaman hias, bisnis ikan cupang juga melejit di tengah pandemi. Hal itu menyebabkan para pegiat sekaligus ikan cupang bisa menerima omzet ratusan juta dari ikan mungil ini. Sejatinya, ada sejumlah pemain di ikan cupang. Sebut saja penghobi, kontes, dan breeding (ternak).
Septian Dwi Suryana, salah satu breeder ikan cupang mengaku, omzet rata-ratanya per bulannya saat ini mencapai Rp 300 juta per bulan. Ia mengaku, dirinya sering kewalahan belakangan ini. Lantaran, banyak permintaan akan cupang. Sementara, dia menambahkan, jika ikan dijual saat masih kecil berpotensi mengurangi keuntungannya.
"Kalau kita jual kecil rugi. Kalau kita tahan 2-3 minggu misal kecil Rp 200 ribu, kita tahan 2-3 minggu Rp 750 ribu-Rp 1 juta," katanya kepada detikcom Rabu (28/10/2020).
Ikan yang Septian jual saat ini rata-rata kelas premium. Menurutnya, omzet Rp 300 juta itu setara dengan penjualan 250 hingga 300 ikan cupang.
Tak hanya sebagai peternak, perantara jasa lelang juga mendapat untung dari hebohnya ikan cupang ini. Erik Ermawan misalnya, lewat jasa lelang ikan cupang bisa mengantongi omzet hingga Rp 30 juta per bulan.
"Kalau omzet bulan kemarin dari jasa lelang, kan ada jasa lelang dan ikan sendiri itu kemarin kurang lebih Rp 25-30 juta," katanya.
Erik mengaku mengelola tiga akun akun Instagram untuk lelang di mana setiap akun punya tarif berbeda-beda untuk biaya admin atau penyelenggara.
"Untuk di saya Rp 12 ribu satu video kebetulan saya ada 3 akun, dia akun utama Rp 12 ribu, di akun kedua Rp 20 ribu 3 video, dan akun ketiga Rp 10 ribu 3 video tergantung followernya," katanya.