Kebutuhan kedelai di Indonesia secara nasional mencapai lebih dari 2 juta ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan itu, mayoritas kedelainya masih diimpor mulai dari Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Malaysia karena angka produksi dalam negeri masih sangat kecil.
Ketergantungan impor untuk memenuhi kebutuhan kedelai itu pun membuat Indonesia harus mengikuti harga di pasar global. Kini, harga kedelai mengalami lonjakan drastis yang membuat tahu dan tempe juga ikut naik.
Untuk menangani hal tersebut, Indonesia perlu menggenjot produksi dalam negeri agar tak terus-menerus impor. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya sedang mempersiapkan berbagai upaya untuk menggenjot produksi kedelai dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu yang harus menjadi kekuatan kita. Ini menjadi pelajaran yang penting untuk kita semua sehingga kekuatan lokal dan nasional harus menjadi jawaban dari kebutuhan itu," kata Syahrul kepada awak media di Jakarta, Senin (4/1/2021).
Ia mengatakan, menyelesaikan persoalan kedelai ini memang tak bisa instan. Menurutnya paling cepat dapat diselesaikan dalam 200 hari atau sekitar 6 bulan.
"Kalau pertanaman 100 hari minimal. Ini dua kali 100 hari bisa kita sikapi secara bertahap sambil ada agenda seperti apa mempersiapkan ketersediaannya, bukan cuma harga, ketersediaan yang penting. Tentu saja bekerja sama dengan kementerian lain," ujar dia.
Syahrul tak merinci apa saja upayanya untuk mendongkrak produksi dalam negeri. Pasalnya, ia ingin segala hal akan diselesaikan langsung di lapangan.
"Saya akan sikapi di lapangan. Saya tidak mau janji dulu karena saya lagi kerja. Dan insyaallah dari agenda-agenda yang kita siapkan hari ini mudah-mudahan ini bisa menjadi jawaban. Tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. tetapi ini menjadi jawaban dalam kontraksi-kontraksi yang ada," tutur Syahrul.
Ia menegaskan, ketergantungan impor kedelai ini tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara lain. Oleh sebab itu, cara menanganinya adalah dengan melaksanakan rencananya itu dengan bekerja sama antar kementerian/lembaga terkait.
"Tidak hanya di Indonesia ada kontraksi seperti ini. Di Argentina misalnya juga terjadi polemik-polemik terhadap kedelai itu. Tapi apa yang kami lakukan hari ini adalah kami sudah bertemu jajaran pertanian, melibatkan integrator dan juga unit unit kerja lain dari kementerian dan pemerintah daerah untuk mempersiapkan kedelai kita lebih cepat," tutup Syahrul.
(ara/ara)