Dituduh Sembunyikan Masalah 737 Max, Boeing Didenda 35 T

Dituduh Sembunyikan Masalah 737 Max, Boeing Didenda 35 T

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 08 Jan 2021 09:13 WIB
Regulator penerbangan Eropa sebut pesawat Boeing 737 Max aman untuk terbang
Foto: BBC World
Jakarta -

Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menjatuhkan denda sebesar US$ 2,5 miliar setara Rp 35 triliun (kurs Rp 14.06/US$) kepada Boeing. Produsen pesawat itu dituduh menyembunyikan masalah pada pesawat 737 Max yang mengakibatkan dua kecelakaan fatal di 2018 dan 2019 kepada otoritas penerbangan.

Menurut Jaksa Penuntut AS Erin Nealy Cox untuk Distrik Utara Texas, Boeing dianggap telah menyembunyikan masalah kerusakan pada pesawat 737 Max sejak 2016 hingga setelah kecelakaan pertama pada 2018. Jaksa menuduh informasi yang ditutupi itu dilakukan oleh dua karyawan Boeing pada saat itu.

"Pernyataan menyesatkan, setengah kebenaran, dan kelalaian yang dikomunikasikan oleh karyawan Boeing kepada Federal Aviation Administration (FAA) menghalangi kemampuan pemerintah untuk memastikan keselamatan publik yang terbang," katanya, dikutip dari CNN, Jumat (8/1/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akibat kelalaian karyawan Boeing, 737 Max mengalami kecelakaan kedua pada Maret 2019. Secara total dua kecelakaan itu telah menewaskan 346 orang. Hingga akhirnya FAA mengandangkan pesawat 737 Max hingga akhir 2020.

Dalam pengajuan kasus ini, dua karyawan yang diduga memanipulasi masalah pada pesawat itu sudah tidak lagi bekerja di Boeing sejak Juli 2018 dan diketahui pindah ke maskapai penerbangan.

ADVERTISEMENT

Selain itu, Boeing juga harus membayar denda pidana sebesar US$ 243,6 juta, membayar kompensasi sebesar US$ 1,77 miliar kepada maskapai, dan US$ 500 juta untuk keluarga korban kecelakaan.

Berdasarkan kesepakatan itu, Departemen Kehakiman AS akan menunda tuntutan pidana apapun terhadap Boeing selama tiga tahun dan dakwaan akan dibatalkan jika tidak ada lagi kesalahan oleh perusahaan ke depannya.

CEO Boeing Dave Calhoun mengatakan kasus dan denda yang dilayangkan kepada Boeing menjadi pengingat bahwa pentingnya transparansi perusahaan kepada regulator. Selain itu, jika terjadi kelalaian itu, konsekuensinya persis apa yang dialami Boeing saat ini.

"Saya sangat yakin bahwa memasukkan resolusi ini adalah hal yang benar untuk kami lakukan sebuah langkah yang secara tepat mengakui bagaimana kami gagal memenuhi nilai dan harapan," kata Calhoun.

Namun, sejak Boeing akhirnya mendapatkan izin terbang lagi pada November 2020, hal itu masih meresahkan para keluarga korban. Mereka menganggap pemerintah AS dan Boeing terus melindungi orang-orang yang melakukan kesalahan atau tindakan kriminal di Boeing.

"Orang-orang Boeing yang melakukan tindakan penipuan tidak akan dimintai pertanggungjawaban. Pemerintah terus melindungi mereka meskipun mengakui tindakan kriminal mereka. Ini adalah keadilan palsu," kata Michael Stumo, ayah dari Samya Rose Stumo, yang meninggal pada kecelakaan kedua pada Maret 2019.

Sementara seorang warga Inggris Zipporah Kuria yang kehilangan ayahnya akibat salah satu kecelakaan 737 Max, mengatakan orang-orang yang saat ini memimpin Boeing dan FAA adalah orang yang tidak bisa dipercaya dalam hal kemanusiaa.


Hide Ads