Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menjatuhkan denda sebesar US$ 2,5 miliar setara Rp 35 triliun (kurs Rp 14.06/US$) kepada Boeing. Produsen pesawat itu dituduh menyembunyikan masalah pada pesawat 737 Max yang mengakibatkan dua kecelakaan fatal di 2018 dan 2019 kepada otoritas penerbangan.
Menurut Jaksa Penuntut AS Erin Nealy Cox untuk Distrik Utara Texas, Boeing dianggap telah menyembunyikan masalah kerusakan pada pesawat 737 Max sejak 2016 hingga setelah kecelakaan pertama pada 2018. Jaksa menuduh informasi yang ditutupi itu dilakukan oleh dua karyawan Boeing pada saat itu.
"Pernyataan menyesatkan, setengah kebenaran, dan kelalaian yang dikomunikasikan oleh karyawan Boeing kepada Federal Aviation Administration (FAA) menghalangi kemampuan pemerintah untuk memastikan keselamatan publik yang terbang," katanya, dikutip dari CNN, Jumat (8/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibat kelalaian karyawan Boeing, 737 Max mengalami kecelakaan kedua pada Maret 2019. Secara total dua kecelakaan itu telah menewaskan 346 orang. Hingga akhirnya FAA mengandangkan pesawat 737 Max hingga akhir 2020.
Dalam pengajuan kasus ini, dua karyawan yang diduga memanipulasi masalah pada pesawat itu sudah tidak lagi bekerja di Boeing sejak Juli 2018 dan diketahui pindah ke maskapai penerbangan.
Selain itu, Boeing juga harus membayar denda pidana sebesar US$ 243,6 juta, membayar kompensasi sebesar US$ 1,77 miliar kepada maskapai, dan US$ 500 juta untuk keluarga korban kecelakaan.
Berdasarkan kesepakatan itu, Departemen Kehakiman AS akan menunda tuntutan pidana apapun terhadap Boeing selama tiga tahun dan dakwaan akan dibatalkan jika tidak ada lagi kesalahan oleh perusahaan ke depannya.