Maskapai asal Inggris, EasyJet mendapat pinjaman baru selama lima tahun sebesar US$ 1,87 miliar atau setara Rp 26,5 triliun (kurs Rp 14.200/US$). Keputusan itu didukung oleh jaminan dari pemerintah Inggris, untuk mengatasi masalah keuangan yang terdampak akibat pandemi COVID-19.
EasyJet mengatakan fasilitas pinjaman baru itu bisa memperbaiki profil jatuh tempo utangnya. Pihaknya berencana membatalkan fasilitas kredit bergulir yang ditarik penuh sebesar US$ 500 juta dan pinjaman berjangka sekitar US$ 540 juta pada kuartal I-2021.
Untuk bertahan dari pandemi, sejauh ini EasyJet telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 4.500 pegawai, menarik uang tunai dari pemegang saham, hingga menjual pesawatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"EasyJet akan terus meninjau posisi likuiditasnya secara teratur dan akan terus menilai peluang pendanaan lebih lanjut jika diperlukan," kata maskapai itu dikutip dari Reuters, Senin (11/1/2021).
Pinjaman baru senilai US$ 1,87 miliar itu ditanggung oleh sindikasi bank dan didukung oleh jaminan skema keuangan dan ekspor Inggris Raya, yang mencakup beberapa pembatasan seputar pembayaran dividen di masa mendatang. Perusahaan maskapai lain yang terkena dampak COVID-19, termasuk Rolls-Royce Inggris dan British Airways juga telah menggunakan skema jaminan keuangan ekspor Inggris Raya tersebut.
(hns/hns)