Nilai Jual Tinggi, Sarang Burung Walet Digenjot Masuk China

Nilai Jual Tinggi, Sarang Burung Walet Digenjot Masuk China

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 14 Jan 2021 18:19 WIB
Budidaya sarang burung walet memang sangat menggiurkan dan menjanjikan untung segunung. Itulah yang dirasakan oleh Marsel pengusaha yang baru saja merintis usaha tersebut. Gimana kisahnya?
Foto: Rachman_punyaFOTO: Bisnis sarang burung walet
Jakarta -

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, Indonesia memang harus semakin giat berupaya memanfaatkan pasar China agar tak hanya mengimpor. Salah satunya dengan memaksimalkan penjualan di platform IDNStore yang sudah diluncurkan di China, Hong Kong, dan Thailand. Platform penjualan online itu menjual produk-produk Indonesia dari 3 negara tersebut.

"Mudah-mudahan dengan platform digital tersebut kita bisa bersama-sama bukan saja mendapatkan impor dari Tiongkok, tapi kita memanfaatkan pasar Tiongkok yang jumlahnya US$ 1.600 miliar ini bisa juga untuk menjadikan market daripada pasar kita," ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, Kamis (14/1/2021).

Ia mengatakan, ada satu komoditas yang punya nilai perdagangan yang besar meski volumenya masih kecil, yakni sarang burung walet. Ia mengatakan, Kemendag akan fokus mendorong ekspor sarang burung walet ke China meskipun volumenya hanya sekitar 2.000 ton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita ini penghasil, pengekspor konon kabarnya 2.000 ton sarang burung walet. 110 ton sudah terakreditasi dan dijual langsung ke RRT. Bisa dibayangkan sekarang dari 110 ton, 1 Kg nilainya Rp 25 juta. dan yang sisanya kita melewati beberapa negara singgahan, yaitu Hong Kong, Vietnam, dan juga Malaysia, yang akhirnya sampai juga ke RRT. Harga tersebut kalau kita hitung 2.000 ton dikali Rp 25 juta adalah Rp 500 triliun artinya US$ 3,5 miliar," imbuh Lutfi.

"Jadi kita akan mengerjakan homework-homework kecil yang bisa menghasilkan nilai-nilai yang luar biasa. Ini adalah terobosan-terobosan yang akan kita kerjakan," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Langsung klik halaman selanjutnya untuk penjelasan kondisi perdagangan dengan China.

Sementara itu Duta Besar Indonesia untuk China dan Mongolia Djauhari Oratmangun mewanti-wanti soal aturan perdagangan (ekspor-impor) ke China kini semakin ketat. Ia mengatakan, ada beberapa hambatan dalam negosiasi perdagangan yang tak mudah diselesaikan.

"Persaingan semakin ketat di China, peraturannya juga semakin banyak. Saya kira Pak Menteri Perdagangan sudah menerima laporan. Di sini ada beberapa hambatan perdagangan yang proses negosiasinya menurut hemat saya itu tidak akan mudah," kata Djauhari

Ia juga menyampaikan soal defisit perdagangan Indonesia dengan China yang semakin rendah di tahun 2020 kemarin.

"Total perdagangan Indonesia dengan China untuk periode Januari-November itu sudah nyaris US$ 70 miliar. Jadi tepatnya itu adalah US$ 69,4 miliar di mana total nilai ekspor kita mencapai US$ 33,1 miliar, jadi meningkat sekitar 6%," terang Djauhari

"Tapi kemarin saya mendengarkan briefing dari Jakarta, press statement itu lebih dari 10%. Sementara impor dari China itu menurun kurang lebih 11,5%. Dengan demikian, kita bisa mengurangi gap trade deficit menjadi US$ 3,2 miliar. Dibanding tahun lalu itu turun 66,7%," jelas Djauhari," sambungnya.

Meski defisit menurun, menurutnya masih banyak tantangan bagi pelaku usaha Indonesia ke China. "Namun demikian, dengan angka-angka tersebut kita juga jangan terlena," tegas dia.


Hide Ads