3 Fakta Pembelaan Pemerintah RI soal Utang Ribuan Triliun

3 Fakta Pembelaan Pemerintah RI soal Utang Ribuan Triliun

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 24 Feb 2021 19:30 WIB
Infografis Utang Pemerintah
Foto: Tim Infografis: Mindra Purnomo
Jakarta -

Utang pemerintah kembali menimbulkan polemik. Ribuan triliun utang negara sering juga menjadi bahan untuk perdebatan.

Pemerintah pun memilih untuk membahas secara terbuka terkait utang tersebut. Kantor Staf Presiden (KSP) kemarin kembali menggelar webinar KSP Mendengar khusus untuk menjawab tudingan miring tentang utang pemerintah.

Berikut 3 fakta mengenai pembelaan pemerintah soal utang negara:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Utang Naik Karena Pandemi

Stafsus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo yang menjadi pembicara membuka data terkait utang pemerintah saat ini. Dia mengakui penarikan utang di 2020 memang meningkat.

ADVERTISEMENT

Namun kenaikan pembiayaan utang tahun lalu karena pandemi COVID-19 yang memaksa pemerintah melakukan pembiayaan lebih besar untuk mendanai pemulihan ekonomi dan kesehatan. Terlihat dari defisit anggaran yang mencapai 6,09% dari PDB atau Rp 956 triliun.

"Penarikan utang memang lebih besar di 2020 karena pandemi. Tapi secara tahunan dari 2015 sebenarnya relatif stabil kecuali karena COVID-19 tahun lalu," tuturnya.

2. Pembelaan Pemerintah

Selama 2020 pemerintah sendiri menarik utang sebesar Rp 1.226,9 triliun. Terdiri dari surat berharga negara (SBN) Rp 1.117,2 triliun dan pinjaman sebesar Rp 49,7 triliun.

Memang jika dilihat dari 3 tahun sebelumnya pembiayaan utang relatif stabil. Pada 2017 sebesar Rp 422 triliun, 2018 sebesar Rp 372 triliun dan 2019 sebesar Rp 437 triliun.

Yustinus juga menunjukan data pendukung lainnya, seperti defisit fiskal Indonesia yang melebar ke posisi 6,1% terhadap PDB di 2020. Menurutnya pelebaran defisit itu masih lebih baik dari banyak negara lainnya.

"Dari sisi defisit fiskal meski sudah dialokasikan sangat besar kita 6,1% tapi dibanding negara lain kita cukup moderat. Negara lain bahkan sampai double digit ada yang sampai 20%," terangnya.

Yustinus juga menjabarkan data proyeksi IMF atas utang publik Indonesia yang mencapai 38,5% terhadap PDB. Menurutnya juga itu relatif rendah dan bahkan paling rendah dibandingkan se-ASEAN.

"Di ASEAN penambahan utang kita paling kecil. Ini sekaligus mengklarifikasi banyak tuduhan seolah-olah kita ini tukang utang dan utang kita sudah tidak aman. Kita bandingkan ternyata kita relatif lebih baik," tambahnya.

Kemudian dari sisi perkembangan utang pemerintah terhadap PDB menurut Kemenkeu dalam 10 tahun masih berada di bawah 30% dari PDB. Hanya di 2029 yang mencapai 38,7% dari PDB atau mencapai Rp 6.074,56 triliun.

Angka itu memang terlihat besar, namun Yustinus menegaskan bahwa itu relatif masih aman. Sebab dalam rasio pajak terhadap utang atau tax to debt ratio masih 38,32%.

Lanjut ke halaman berikutnya

3. Tepis Isu Bayi Tanggung Utang

Yustinus menilai pembahasan mengenai utang negara sering dimanipulasi. Hal itu menurutnya wajar karena orang cenderung takut akan kehilangan.

"Kalau saya meminjman kata ekonom Daniel Kahnemann ini konsep loss aversion. Orang itu mendapat uang Rp 10 ribu menilai lebih sedikit ketmbang kehilangan Rp 10 ribu, meskipun sama-sama Rp 10 ribu. Ada ketakutan dalam kehilangan," tuturnya.

Menurutnya hal itulah yang membuat masyarakat sering terkecoh soal manipulasi terkait utang. Sehingga percaya tentang pandangan anak bayi yang baru lahir akan menanggung beban utang negara.

Yustinus pun menegaskan bahwa setiap utang negara tentunya akan menjadi beban negara. Utang itu akan dibayar oleh pemerintah melalui pemasukan dari kegiatan ekonomi termasuk pajak.

"Rasa takut ini sering kali dimanipulasi seolah-olah utang ini akan menggerus atau mencabut masa depan kita. Seolah-olah bayi baru lahir akan menanggung beban utang. Padahal faktanya yang bayar utang itu ya negara. Dari mana? Dari aktivitas ekonomi yang terus bertambah. Lalu ada pajak di sana sebagian untuk melunasi itu," terangnya.

Dia juga menjelaskan porsi utang negara saat ini jauh lebih aman. Sebab porsi utang negara saat ini mayoritas berasal dari utang, bukan pinjaman.

"Kebalik, kalau dulu pinjaman lebih besar dari utang sehingga ada isu kedaulatan. Sekarang isu kita adalah utang itu 86%, pinjaman hanya 14%," terangnya.



Simak Video "Utang Tembus Rp 6.000 T, RI Hampir Lampu Merah?"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads