Batik Kayu di Bantul Datangkan Omzet Rp 20 Juta/Bulan

Batik Kayu di Bantul Datangkan Omzet Rp 20 Juta/Bulan

Jihaan Khoirunnisaa - detikFinance
Kamis, 04 Mar 2021 11:19 WIB
Batik kayu Bantul
Foto: Inkana Putri/detikcom
Bantul -

Selama ini batik dikenal sebagai karya seni yang dilukis di atas kain. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh warga Dusun Krebet di Bantul yang memanfaatkan kayu sebagai media untuk membatik. Membatik di kayu mampu menghasilkan karya cantik bernilai jual tinggi yang banyak diminati masyarakat.

Panut Wibowo, seorang perajin batik kayu mengaku bisa mencetak omzet hingga Rp 20 juta per bulan. Bahan kayu yang didapat dari lingkungan tempat tinggal dan pengepul sekitarnya dihias dengan batik berwarna cantik. Dalam sebulan ia mampu menjual hingga 3.000 pcs kerajinan batik kayu.

Panut menjelaskan industri kerajinan batik kayu di Krebet sudah berjalan sejak tahun 1980. Namun, dirinya baru merintis usaha ini di tahun 2012 bersama dengan sang istri, setelah sebelumnya bekerja sebagai buruh kerajinan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau awal mula ada kerajinan di sini sekitar 80-an, tapi kalau saya di sini tahun 2012. Dulu batik itu cuma (diaplikasikan) di topeng, wayang, kain lama-lama berkembang jadi batik kayu untuk souvenir atau meubel," ujarnya kepada detikcom baru-baru ini.

Diungkapkan Panut, kala itu produk yang dihasilkan sebatas gantungan kunci, karena gantungan kunci berbentuk wayang dan aneka hewan tengah menjadi tren. Barulah kemudian, ia berinovasi membuat berbagai macam produk lainnya, mulai dari kaca, pembatas surat, hingga tempat baca Al-Quran, yang dijualnya dengan kisaran harga Rp 5-75 ribu tergantung jenis dan ukurannya.

ADVERTISEMENT

"Pertama kali memang gantungan kunci, karena waktu itu pas ngetren-ngetrennya gantungan kunci bentuk wayang dan aneka hewan," katanya.

"Biasanya itu aneka kaca, pembatas surat, pembuka amplop itu, terus ada tempat baca Al-Quran," lanjutnya.

Batik kayu BantulBatik kayu Bantul Foto: Inkana Putri/detikcom

Istri Panut, Siti Aminah mengatakan proses pembuatan kerajinan batik kayu. Mulanya Kayu dibentuk sesuai dengan pola, lalu dipotong dan dihaluskan menggunakan mesin gerinda. Agar kayu makin halus, kayu diamplas untuk kedua kali secara manual menggunakan tangan, sebelum akhirnya siap dibatik.

"Berbagai kayu tersebut diukir menjadi bentuk tertentu lalu dilanjutkan dengan proses membatik. Prosesnya sendiri mirip dengan membatik di kain, hanya medianya saja yang berbeda," jelas Siti.

Selanjutnya, kayu yang sudah selesai dibatik diberi warna, layaknya pemberian warna dalam proses membatik. Lalu, kayu direbus dan dijemur hingga benar-benar kering. Tidak ketinggalan diberi sentuhan finishing dengan kuas dan cat akrilik.

Batik kayu BantulBatik kayu Bantul Foto: Inkana Putri/detikcom

Di sisi lain, Panut mengakui bisnisnya tak selalu berjalan mulus. Pandemi Corona memukul usaha batik yang dijalankannya sebab ia banyak bergantung pada keberadaan sekolah dan wisata yang tutup sepanjang pandemi. Penghasilan kotor bulanan pun turun drastis.

"Sangat jauh mbak perbandingannya, mungkin 1:10 hampir lumpuh. Di sini juga banyak yang alih profesi. Kalau sebelum pandemi penghasilan kotor biasanya Rp 20 juta ke atas lah per bulan. Perputarannya sudah sangat bagus, tapi setelah pandemi ini cukup drastis. Karena kerajinan ini kan biasanya dibeli dari sekolah, turis, atau orang hajatan," terangnya.

Namun, kondisi tersebut tidak lantas mematahkan semangat Panut. Ia pun langsung menyiapkan strategi baru. Salah satunya dengan menggiatkan penjualan kerajinan batik kayu melalui platform online, baik menggunakan Facebook maupun marketplace.

"Selama pandemi saya juga giatkan jual online. Yang banyak itu dari Facebook dan marketplace, saya juga bikin Instagram buat masarin. Ini adek saya, istri saya, anak saya suruh iklankan semua," pungkasnya.

Dalam merintis usaha batik kayu, awalnya Panut hanya memiliki modal Rp 500 ribu. Uang tersebut digunakan untuk membeli persediaan kayu yang diolah menjadi kerajinan. Kemudian ia juga mendapat bantuan permodalan dari BRI sebesar Rp 5 juta yang digunakan untuk membeli tambahan alat.

"Modalnya dulu modal sendiri terus buat beli kayu awal mulanya cuma kayu satu batang, terus coba-coba lalu laku. Dan akhirnya pinjam KUR BRI yang pertama itu 7-8 tahun yang lalu, terus saya kembangkan untuk bikin alat tambah alat," pungkasnya.

detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.




(prf/ara)

Hide Ads