Ghosting sedang ramai diperbincangkan karena dituding sebagai perlakuan Kaesang Pangarep ke Felicia Tissue. Tak hanya dalam hal percintaan, kasus serupa tanpa disadari juga sering terjadi dalam hal bisnis.
Pakar Marketing, Yuswohady mengatakan istilah ghosting atau 'ghost shopper' muncul sejak marak penjualan online. Mereka adalah yang banyak dan intens bertanya kepada pembeli, lalu menghilang tanpa kabar dan tak jadi beli.
Orang yang suka ghosting dalam hal ini bisa berasal dari kompetitor yang berpura-pura menjadi pembeli. Niat mereka biasanya ingin melakukan survei harga bahkan mengambil karya dan menjiplak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kompetitor itu melakukan ghost shopping untuk mengetahui produk, harga misalnya, atau benefit untuk kompetisi atau meniru. Seperti yang dibilang Pak Jokowi, benci produk luar negeri karena beberapa pemain besar kayak melakukan competitor intelligence, terus produknya di-copy tapi dengan harga yang jauh lebih murah," katanya kepada detikcom, Senin (8/3/2021).
Di luar itu, orang yang melakukan ghosting bisa juga berasal dari pembeli sesungguhnya. Mereka biasanya memiliki beberapa tempat belanja online dan ingin mencari harga terbaik sebelum memutuskan untuk membeli.
"Konsumen nyari harga yang paling bagus. Bukan yang paling murah ya, tapi harga yang paling bagus, artinya secara kualitas oke tapi harganya yang terbaik. Itu namanya value," tuturnya.
Yuswohady menilai perlakuan ghosting merupakan nasib yang harus diterima oleh penjual online. Dalam hal ini penjual juga tidak bisa membedakan dari awal apakah orang tersebut serius membeli atau tidak.
"Kita akan bisa ngerti ini ghost shopper atau bukan itu dari pengalaman. Kalau orang yang nanya detil kita anggap ghost shopper kan nggak semua begitu juga. Ini seni lah, memang nasib namanya jualan. Jangan kita kecurigaan terhadap ghost shopper membuat service kita jadi menurun," sarannya.
Tonton juga video 'Bisnis Itu Menyenangkan':
Eits, pembeli online juga sering jadi korban ghosting penjual. Klik halaman selanjutnya.