Penerimaan PPnBM Kendaraan di 2020 Turun Rp 5 Triliun

Penerimaan PPnBM Kendaraan di 2020 Turun Rp 5 Triliun

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 15 Mar 2021 18:25 WIB
Honda mulai mengirimkan Brio buatan Karawang ke luar negeri. Pengiriman pertama mobil sudah dimulai di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 10 April 2019. Pada pengiriman pertama ini, All New Honda Brio dari Indonesia akan diekspor ke Filipina.
Foto: Honda
Jakarta -

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengutak-atik tarif Diskon Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan. Namun ada yang menarik dari PPnBM, ternyata penerimaannya turun hingga Rp 5 triliun di 2020.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo mengatakan penerimaan PPnBM dari industri otomotif di 2019 mencapai Rp 10 triliun. Lalu di 2020 tercatat hanya Rp 5 triliun. Artinya penerimaan dari PPnBM kendaraan turun hingga Rp 5 triliun.

"Gambaran penerimaan sektor industri otomotif paling tidak 2 tahun terakhir, di 2020 lebih kecil dari 2019. Bahwa untuk PPnBM khususnya di 2020 ini dicatat Rp 5 triliun, sedangkan bila dibandingkan 2019 Rp 10 triliun," ucapnya dalam rapat dengan Komisi XI, Senin (15/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Suryo pandemi COVID-19 memang membuat penerimaan PPnBM industri otomotif sangat turun. Hal itu diakibatkan penjualan yang menurun drastis.

"Industri kendaraan bermotor betul-betul luar biasa alami pengecilan dan kalau tidak dibantu akan memiliki mengalami kondisi hampir sama dengan 2020 demikian juga PPnBM. Kelesuan 2020 akibatnya penerimaan PPnBM menurun luar biasa," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Pemerintah menerapkan diskon PPnBM mulai 1 Maret 2021 guna mendorong penjualan itu berlaku untuk kategori mobil berkapasitas silinder 1.500 cc dengan penggunaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) mencapai 70%.

Sementara kajian perubahan PPnBM yang tengah dibahas untuk mengakomodir masuknya investor yang ingin membangun pabrik mobil listrik di Indonesia yang masuk dalam kategori Battery Electric Vehicle (BEV).

BEV sendiri merupakan kategori kendaraan listrik murni. Selain itu ada kategori Hybrid Electric Vehicle (HEV) dan Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV).

Dalam PP 73 Tahun 2019 tarif PPnBM untuk BEV 0%, lalu PHEV juga 0%. Nah para pengusaha produsen BEV ingin pengenaan PPnBM dibedakan dengan PHEV. Alasannya karena kendaraan PHEV tidak murni menggunakan tenaga listrik.

Ada 2 skema perubahan yang diusulkan Sri Mulyani. Skema 1 tarif PPnBM untuk BEV tetap 0%, sedangkan untuk PHEV naik jadi 5% dan Full-Hybrid dari 2%, 5% dan 8% menjadi 6%, 7% dan 8%.

Namun skema 1 itu tidak gratis. Ada syarat yang ditetapkan Sri Mulyani untuk para produsen mobil listrik BEV yang ingin berinvestasi di Indonesia.

Sementara untuk skema dua merupakan progresif dari skema 1. Tarif PPnBM untuk BEV tetap 0%, lalu untuk PHEV menjadi 8%. Sedangkan untuk Full-Hybrid dari 6%, 7% dan 8% menjadi 10%, 11% dan 12%.

Pemerintah juga menyiapkan insentif dalam bentuk tax holiday hingga 10 tahun jika investor kendaraan listrik berinvestasi sebesar Rp 5 triliun.

(das/zlf)

Hide Ads