Rajungan menjadi salah satu hasil laut unggulan Kabupaten Demak. Berdasar data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Demak komoditi yang jadi primadona para nelayan ini mampu diproduksi sebesar 356,2 ton setiap tahunnya.
Besarnya potensi itu pun turut membuat para perajin jaring kecipratan untung, salah satunya adalah Saerozi (52) warga Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Ia mengungkapkan setiap bulan terus mendapatkan pesanan jaring yang memiliki nama bubu ini.
"Kalau sedang rame ya sebulan bisa sampe ribuan, misal toko suwito yang jual ikan layur itu pesannya 1000, sedangkan 1000 itu dibikin 10 hari sudah jadi, itu kalau rame dan baru contoh dari 1 toko, kan ada dari daerah lain juga," ujarnya kepada detikcom beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saerozi mengatakan bisnis yang dimulai pada 2004 dengan modal Rp 2 juta ini mulanya hanya keisengan semata, karena sebagai warga yang tinggal di pesisir dirinya tidak ingin menjadi nelayan. Alhasil ia memutuskan untuk menjadi perajin jaring bubu, yang saat itu marak penggunaan cantrang yang merusak ekosistem kelautan.
"Orang asli Demak sini banyak membeli bubu, tapi yang masih kerja membuat bubu ini kan sedikit, sekarang justru agak banyaknya pakai arat sih. Kalau pake bubu ini kan biasanya pakai 2 orang, yang satu di belakang yang satu mengulurkan. Kalau arat itu 1 orang saja bisa," jelasnya.
Dia mengaku dalam satu bulan dirinya bisa mendapatkan pundi-pundi rezeki yang cukup menggiurkan, karena harganya yang untuk satu jaring bubu nya sendiri dipatok belasan ribu. Sementara pesanan yang datang hingga mencapai ribuan dari berbagai daerah.
![]() |
"Satu bubu ini harganya bisa Rp 14.000 - Rp 18.000 bedanya ada di ketebalan diameternya 6, 15, 18 cm. Jadi (omzetnya) tinggal kalikan saja (harganya) kalau ada pesanan 1.000 - 5.000 sebulan berapa," ungkapnya.
"Pandemi juga tidak pengaruh, tetap ramai. Biasanya DKP Jepara pesan ke sini, 5000 buah, setelah itu dibuat bantuan. Memang alat ini sudah didukung oleh pemerintah," imbuh Saerozi.
Diketahui, dalam meningkatkan usahanya ini Saerozi turut memanfaatkan bantuan permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BRI. Ia pun mengaku setelah mendapatkan pinjaman tersebut usahanya tetap laris dan bahkan pesanan yang datang meluas.
"Waktu itu pinjam BRI tahun 2019 awal. Sebelum dan sesudah pinjam ya jelas ada peningkatan produksi, jadi semakin ramai. Dulu itu kan orang Bali, NTT, belum pernah ada yang beli ke sini. Setelah pinjam ya cakupan penjualannya jadi semakin luas. Waktu awal pinjam itu Rp 25 juta," pungkasnya.
detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.
(akn/hns)