Pengadaan reagen PCR ramai diperbincangkan publik. Pengadaan alat kesehatan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu diduga menimbulkan keurgian negara hingga miliaran rupiah.
Kepala BNPB sekaligus Ketua Satgas COVID-19 Doni Monardo mengatakan, temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu tengah dalam proses tindak lanjut. Jika memang produk tersebut bermasalah atau bahkan expired, penyedia barang akan dituntut mengembalikan dana ke negara.
"Seandainya masih ada yang tidak bisa digunakan kami tidak ingin ada kerugian negara. Oleh karenanya saya minta ke pemda yang masih memiliki reagen yang tidak bisa digunakan segera dikembalikan. Kalau toh sudah expired maka penyedia barang itu wajib untuk menggantinya, dan itu ada dalam kontrak, dalam pakta integritas," ucapnya dalam rapat dengan Komisi VIII DPR, Selasa (16/3/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Doni juga menegaskan bahwa pembayaran pengadaan reagen PCR itu dilakukan melalui BPKP. Sehingga jika dinilai harga produk tersebut terlalu mahal dan sudah terlanjur dibayarkan, maka penyedia barang wajib mengembalikannya kepada negara.
Doni pun menjelaskan, pada Agustus 2020 ada sekitar 400 ribu unit RNA Kit bermerek Sansure yang didatangkan. Ada 3 jenis yakni RNA abstraksi, reagen PCR dan VPM kit.
"Nah yang tidak bisa optimal digunakan itu adalah RNA-nya," terangnya.
Doni juga menegaskan, pemilihan produk tersebut ditentukan berbagai pihak di bidang patologi klinis dan mikro biologis. Mulai dari para dokter ahli, IDI hingga sejumlah pakar perguruan tinggi.
"Jadi pemilihan merek ini adalah atas dasar kajian para pakar. Kemudian temuan BPKP itu sudah ditindak lanjuti oleh BNPB, jadi ini adalah temuan internal BPKP yang ada di BNPB dan segera kami tindak lanjuti," ucapnya.
Doni juga menjelaskan saat itu, ketika pandemi COVID-19 baru melanda dunia permintaan atas reagen sangat tinggi. Bahkan pada 13 April 2020 stok reagen habis. Sementara alat tersebut dibutuhkan utnuk melakukan pemeriksaan kepada masyarakat yang diduga kontak erat dan terpapar COVID-19.
Pihaknya juga mengaku sudah meminta seluruh pihak yang tidak bisa menggunakan RNA Abstraksi tersebut untuk dikembalikan. Kemudian RNA tersebut akan disalurkan ke laboratorium lain yang bisa menggunakannya.
"Jadi ketika dapat laporan nggak bisa digunakan, dilatih lah oleh tim gabungan yang isinya bukanlah BNPB asli tapi mereka-mereka yang kami rekrut yang secara pilihan-pilihan. Ada perwakilan Kemenkes, perguran tinggi, itu yang melatih seluruh daerah yang memiliki lab. Ada yang akhirnya bisa, ada yang tidak bisa. Nah yang tidak bisa minta dikembalikan, dan sekarang masih dalam proses," ucapnya.
(das/dna)