Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan meterai yang dipalsukan yakni Rp 6.000 dan meterai yang baru yakni Rp 10.000. Jika ditotal, kerugian negara akibat kasus ini sebesar Rp 37 miliar, terhitung dari 3,5 tahun yang lalu mereka melakukan aksinya.
"Kalau lihat ceritanya 3,5 tahun yang tertera sekarang ini barang bukti yang ditemukan sekitar Rp 12,5 miliar kerugian negara. Tetapi kita hitung secara minimal saja selama dia bekerja total semua dengan ini sekitar Rp 37 miliar lebih. Ini total terminim yang kita hitung dari pemeriksaan awal terhadap pelaku," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusri menyebut total tersangka dari kasus meterai palsu ini berjumlah 7 orang, yang mana 1 orang masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO). Mereka disebut memiliki peran masing-masing dalam melakukan aksinya, di mana tersangka berinisial S adalah otak di balik bisnis meterai palsu ini, yang sempat menjadi buronan dengan kasus yang sama pada 2019.
"S ini adalah otaknya pada saat itu melarikan diri, nah sekarang kita temukan dan dia juga masih bekerja yang sama. Dia perannya ini pemilik mesin-mesin. Tersangka kita amankan di daerah Bekasi Barat, tempat mereka melakukan meterai palsu," jelasnya.
Tersangka kedua berinisial BST yang berperan sebagai pemesan meterai palsu yang dibeli dari tersangka berinisial WID. Tersangka WID ini merupakan perempuan yang berperan sebagai pengelola akun di media sosial untuk memasarkannya.
"Cuma pintarnya dia setiap memasarkan, yang membeli sudah 2-4 kali, dia akan ubah lagi akunnya untuk menghindari pelacakan dari aparat dalam hal ini," ucapnya.
Tersangka WID, kata Yusri, dalam memasarkan meterai palsu di media sosial diajarkan oleh suaminya berinisial ASR yang menjadi napi di Lapas Salemba dengan kasus yang sama. Atas perannya tersebut, ASR kini kembali ditetapkan sebagai tersangka.
"Dia (suami WID) napi sejak 2018 dengan vonis 3 tahun lebih, sekarang masih tapi kita tetapkan dia sebagai tersangka, inisialnya ASR," sebutnya.
Tersangka kelima memiliki peran mendesain meterai palsu berinisial SNK dan HND sebagai tersangka keenam berperan menyiapkan hologram. Sedangkan tersangka yang masih bersifat Daftar Pencarian Orang (DPO) berinisial MSR, berperan sebagai penjahit yang tugasnya membuat lubang-lubang di meterai palsu atau disebut perforasi.
Atas perbuatannya, tersangka dianggap telah merugikan negara dan dikenakan pasal berlapis hingga hukuman tujuh tahun penjara.
"Kami akan lapis di pasal KUHP di 251, 256, 257 KUHP, kemudian di UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang bea meterai. Bahkan kami lapis lagi nanti dengan UU Nomor 8 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU). (Hukuman) 7 tahun penjara, ada yang 6 tahun penjara karena ini terus terang merugikan keuangan negara yang cukup besar," bebernya.
(aid/zlf)