Jakarta -
CEO Qantas Airways Alan Joyce membocorkan rencana pemerintah Australia yang akan mewajibkan syarat vaksinasi COVID-19 bagi warga negara asing (WNA). Joyce mengatakan, pemerintah akan mendesak syarat vaksinasi COVID-19 untuk para pelancong internasional.
Dilansir dari BBC, Senin (22/3/2021), vaksin COVID-19 dipandang penting untuk menghidupkan kembali industri penerbangan yang telah mengalami penurunan jumlah penumpang di seluruh dunia sebesar 75,6% sepanjang 2020.
Alan berpendapat, jika pemerintah Australia tidak menerapkan syarat vaksin COVID-19, maka para maskapai harus menegakkan kebijakan itu sendiri. "Kami memiliki kewajiban untuk menjaga penumpang dan kru kami agar tetap aman di dalam pesawat," kata Joyce.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika kebijakan itu diterapkan masing-masing maskapai, menurutnya syarat dan ketentuan pembelian tiket pesawat juga akan menyesuaikan. Ia juga menilai, penumpang yang belum vaksinasi COVID-19 akan bersedia uang pembelian tiketnya dikembalikan.
"Sebagian besar pelanggan kami berpikir kebijakan ini adalah ide yang bagus, 90% orang yang telah kami survei mengatakan bahwa kebijakan vaksinasi harus menjadi persyaratan bagi orang-orang agar dapat bepergian ke luar negeri," urainya.
Namun, Direktur Kesehatan dan Inovasi Digital Organisasi Kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) Bernardo Mariano tak setuju dengan kebijakan vaksinasi COVID-19 tersebut. "Kami tidak menyetujui paspor vaksinasi harus menjadi syarat untuk bepergian," tegasnya.
Simak juga video 'Negara-negara Muslim yang Pakai Vaksin AstraZeneca':
[Gambas:Video 20detik]
Mariano mengatakan, terlepas dari apa yang diinginkan sektor swasta, perlu adanya pendekatan terpadu dari pemerintah agar kebijakan itu berhasil. Meski begitu, Joyce memprediksi dengan adanya syarat vaksinasi ketika perbatasan internasional dibuka, risiko penularan COVID-19 pun masih ada. Oleh sebab itu, ia menegaskan perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk menekan penyebaran itu.
Terbatasnya penerbangan internasional memang telah menggerus pemasukan maskapai seluruh dunia. Qantas sendiri mengalami kemerosotan laba selama enam bulan terakhir pada tahun 2020 hingga mencapai US$ 800 juta atau sekitar Rp 11,55 triliun (Rp 14.441). Perusahaan juga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 8.500 karyawannya sepanjang 2020.
Ribuan pegawai lainnya juga dirumahkan, sementara pemerintah Australia berupaya memberikan bantuan tunai kepada para pekerja yang terdampak itu.
Sebagai tanggapan, maskapai penerbangan telah memangkas kapasitas mereka dengan menghentikan sementara aktivitas sejumlah armada pesawat, atau tepatnya dua pertiga dari 314 unit pesawat yang dimiliki Qantas.
Untuk menjaga perusahaan tetap beroperasi, maskapai telah menerapkan pembatasan jumlah penumpang di dalam pesawat. Sejumlah kursi penumpang tak digunakan demi menciptakan jarak. Meski begitu, Joyce memastikan harga tiket pesawat tak akan mahal karena kondisi tersebut. Sebaliknya, maskapai justru memberikan kelonggaran harga tiket untuk merangsang permintaan.
Ketika penerbangan benar-benar berjalan lagi, prioritas perusahaan adalah mendatangkan uang dan lonjakan permintaan. Perusahaan memastikan akan dapat menangani kondisi itu dengan menyalakan lagi pesawat-pesawat yang telah dikandangkan.