Satu tahun setelah pandemi COVID-19 memaksa jutaan pekerja untuk bekerja dari rumah (work from home/WFH). Banyak pengusaha memikirkan cara mengembalikan karyawan mereka ke kantor.
Sejumlah perusahaan berpikir selama 12 bulan terakhir telah membuktikan manfaat kerja jarak jauh dan menjanjikan jadwal yang lebih fleksibel. Namun, ada tanda-tanda bahwa revolusi WFH bisa mencapai batasnya.
Menurut survei KPMG terhadap 500 CEO, sebagian besar perusahaan global besar tidak lagi berniat untuk memangkas jejak fisik mereka setelah pandemi. Hanya 17% CEO yang memperkirakan akan melakukan pengurangan, dan 30% mengatakan akan mempertahankan sebagian besar karyawan bekerja jarak jauh dua hingga tiga hari seminggu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menunjukkan bahwa perampingan telah terjadi, atau rencana telah berubah karena dampak dari pekerjaan yang diperpanjang, tidak direncanakan, dan jarak jauh telah berdampak pada beberapa karyawan," kata KPMG dalam laporannya dilansir CNN, Rabu (24/3/2021).
Survei terhadap 1.450 eksekutif perusahaan di Amerika Utara yang diterbitkan oleh Accenture (ACN) bulan lalu juga menunjukkan bahwa peralihan ke pekerjaan rumahan mungkin tidak sedramatis yang diperkirakan semula.
Para eksekutif memperkirakan bahwa 18% karyawan memiliki pengaturan fleksibel permanen sebelum pandemi melanda. Setelah pandemi, mereka memperkirakan itu akan meningkat menjadi rata-rata hanya 25%.
"Saya berharap angka itu lebih tinggi," kata Jimmy Etheredge, CEO Accenture.
Etheredge berpikir jumlahnya akan meningkat seiring dengan berlanjutnya diskusi. Di perusahaannya, yang berencana untuk mempertahankan pengaturan yang fleksibel setidaknya selama musim panas, pekerjaan jarak jauh kemungkinan akan dikelola berdasarkan proyek per proyek.
Simak juga 'Karyawan Google WFH hingga September 2021':