Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam rapat anggota komisi III menanyakan terkait pemblokiran rekening Front Pembela Islam (FPI) yang dilakukan beberapa waktu lalu.
DPR menilai jika PPATK terlalu banyak tampil di depan publik terkait pemblokiran rekening FPI dan afiliasinya. Hal ini menurut DPR mengurangi esensi PPATK sebagai lembaga intelejen keuangan negara.
Menanggapi hal tersebut Ketua PPATK Dian Ediana Rae mengungkapkan selama ini PPATK sudah sangat mengurangi tampil di depan publik. Kemudian untuk pemblokiran rekening FPI sebelumnya PPATK sudah banyak memblokir yang tekait dengan pendanaan terorisme dan tak ada reaksi dari pihak yang diblokir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi ini (blokir rekening FPI) diblowup di berbagai media sosial sehingga menimbulkan kebingungan dan ada ketakutan kekacauan. Karena itu kami putuskan untuk mengedukasi ke publik dan kami menjelaskan," kata Dian dalam RDP di komisi III, Rabu (24/3/2021).
Baca juga: BPKP-PPATK Keroyokan Lacak Pencucian Uang |
Dia menjelaskan PPATK tak sedikitpun menguraikan substansi pemblokiran. Hanya jumlah rekening yang disebutkan dan PPATK tidak membeberkan berapa jumlah uang dan kemana saja uang itu ditransfer. Hal ini dilakukan sesuai dengan Undang-undang (UU) nomor 8 tahun 2010 dan UU nomor 9 tahun 2013.
Kemudian sebelum PPATK menjelaskan ke publik, pihaknya sudah menyampaikan hasil analisis tersebut ke aparat penegak hukum. Selain itu menurut Dian, pemblokiran rekening FPI yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan termasuk pemblokiran afiliasi untuk kepentingan analisa dan pemeriksaan.
"Kalau kami perhatikan FPI high profile, kalau dibilang kami membekukan rekening itu pekerjaan sehari-hari tidak ada yang protes. Kami menganalisis dengan membekukan lalu secara komprehensif kami analisa. Karena di media sosial waktu itu sudah aneh-aneh ya jadi kami harus jelaskan secara sederhana," jelasnya.
Simak Video: Dinilai Beri Perlakuan Khusus ke FPI, PPATK Dikritik Anggota DPR