Ekonomi Awal 2021 Diramal Minus, RI Masih Terjebak Resesi

Ekonomi Awal 2021 Diramal Minus, RI Masih Terjebak Resesi

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 26 Mar 2021 08:00 WIB
Prekonomian Indonesia dipastikan 99% masuk jurang resesi. Itu artinya pertumbuhan ekonomi nasional bakal minus lagi di kuartal III-2020.
Ilustrasi/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal masih berada pada zona negatif di kuartal I-2021. Artinya, ekonomi Indonesia masih terjebak di jurang resesi. Pengamat Ekonomi dari PT Bank Permata Josua Pardede memperkirakan angkanya antara minus 2-1%.

"Kondisinya Januari-Februari belum signifikan pemulihannya. Sehingga kalau dari kami ekspektasinya masih kisaran negatif 2-1% di kuartal I-2021," kata Josua dalam Pelatihan Wartawan Bank Indonesia (BI) secara virtual bertajuk 'Sinergi Memperkuat Perekonomian', Kamis (25/3/2021).

Meski begitu, ekonomi diperkirakan akan loncat pada kuartal II-2021 di mana diprediksi akan tumbuh 6%. Hal itu dikarenakan ekspektasi yang tinggi dari dampak terkontraksinya ekonomi tahun lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi di kuartal II akan terjadi yang dialami juga oleh beberapa negara di dunia bahwa low base effect di tahun lalu itu akan bisa mendongkrak ekonomi kuartal II cukup tinggi, perhitungan kami sejauh ini bisa 6%-an kita harapkan ini akan mendongkrak pemulihan ekonomi di tahun ini.

Aktivitas ekonomi diperkirakan akan lebih normal pada semester II-2021. Hal itu seiring dengan pelaksanaan vaksinasi yang lebih masif di beberapa negara termasuk Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Kalau itu bisa dipercepat tentu akan men-drive pertumbuhan ekonomi di semester II. Program vaksinasi saya pikir kunci dan tentunya terkait dengan peran COVID, kalau kasus COVID-nya masih tinggi kan kegiatan ekonomi tidak bisa lebih longgar ya, sehingga kita harapkan akan jauh lebih baik," ucapnya.

Lantas, negara mana yang ekonominya paling cepat pulih dari Corona? Klik halaman selanjutnya.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter Bank Indonesia (BI), Riza Tyas Utami mengatakan, Amerika Serikat (AS), China dan India menjadi yang paling cepat di antara negara lainnya.

"Perekonomian global sudah menunjukkan perbaikan, terutama dipimpin Amerika Serikat, China dan India," katanya dalam kesempatan yang sama.

Sementara itu, perbaikan ekonomi di negara-negara berkembang hingga saat ini dinilai relatif lebih bertahap dibandingkan dengan negara maju. Di Indonesia sendiri diakui Riza akan lambat, namun pasti sejalan dengan pelaksanaan vaksinasi yang terus didorong pemerintah.

"Sayangnya perbaikan global masih tidak merata di negara maju dan negara berkembang. Perbaikan ekonomi domestik diperkirakan lambat tapi pasti akan berlanjut dan sejalan nanti dengan vaksinasi," ujarnya.

Pasar keuangan juga belum mengalami perbaikan secara merata. Hal itu disebabkan masih tingginya ketidakpastian global yang direspons pelaku pasar. Misalnya ketika US treasury yield menguat, maka nilai tukar dan yield di negara-negara berkembang menjadi melemah.

"Pasar merespon dengan cukup sensitif, ditandai dengan kenaikan dolar yang menguat akibat pelemahan mata uang dan yield di negara berkembang," kata dia.

Sementara itu dampak positif pemulihan ekonomi yang cepat di tiga negara tersebut berdampak pada beberapa sektor yang mulai mengalami peningkatan. Volume perdagangan, peningkatan komoditas dan harga minyak pun terpantau meningkat. "Harga minyak pun mulai Desember 2020 meningkat pesat. Sekarang ada di level US$ 60-an dari sebelumnya US$ 40-an," kata dia.


Hide Ads