Belakangan muncul polemik tentang rencana pemerintah impor beras 1 juta ton. Rencana itu mendapatkan pertentangan dari Bulog yang menyatakan stok masih aman di gudangnya.
Presiden Joko Widodo juga akhirnya buka suara. Jokowi menyatakan tak ada impor beras yang masuk hingga Juni 2021.
Soal impor beras memang selalu menjadi isu seksi yang diperdebatkan. Sering kali juga diperbandingkan dengan era-era pemerintahan sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Publik juga sering disajikan nostalgia tentang pemerintah Orde Baru yang berhasil melakukan swasembada beras. Saat Presiden Soeharto memimpin negeri ini memang Indonesia pernah menyandang swasembada pangan di 1984. Saat itu konsumsi nasional yang hanya 25 juta ton atau terdapat surplus hingga 2 juta ton.
Food and Agriculture Organization (FAO) juga mengakui Indonesia mencapai swasembada pangan saat itu. Apa lagi Indonesia masih bisa menyumbang 100.000 ton padi untuk korban kelaparan di sejumlah negara di Eropa.
Pencapaian ini tentu bukan perkara mudah, karena swasembada pangan baru dicapai Soeharto setelah 17 tahun memimpin. Artinya, butuh lebih dari 3 periode bagi Soeharto untuk bisa mencapai swasembada pangan.
Namun pemerintah Orde Baru juga pernah melakukan impor beras. Melansir website milik Faisal Basri yang mengutip data BPS, pada tahun 1969 Indonesia juga pernah mengimpor beras 603,2 ribu ton, produksi beras dalam negeri saat itu hanya mencapai 12,2 juta ton.
Sejak saat itu Indonesia setiap tahunnya mengimpor beras dengan jumlah yang beragam. Paling tinggi terjadi pada 1980 sebesar 2,02 juta ton. Namun harus diakui pada 1985 dan 1986 catatan impor beras RI nihil.
"Pada tahun itu bahkan Indonesia mengekspor beras masing-masing 106 ribu ton pada tahun 1985 dan 231 ribu ton tahun 1986. Setahun kemudian ekspor beras mencapai jumlah tertinggi yakni 231 ribu ton," tulis Faisal.
Lalu apakah 1969 merupakan tahun pertama kali Indonesia impor beras? Jawabannya tidak. Indonesia pernah dilanda paceklik khususnya di pulau Jawa pada saat pemerintahan kolonial Hinda-Belanda.
Melansir Historia, pada 1910 pemerintah kolonial mengimpor beras dari Burma, India dan Tiongkok. Beras impor itu dikirim lewat kapal-kapal dan berlabuh di Surabaya. Dari Surabaya, beras diangkut kereta api ke daerah di selatan Surabaya yang mengalami paceklik.
Tapi impor beras saat itu justru membawa petaka. Ternyata saat itu Burma sedang dilanda wabah pes. Beras yang diangkut menggunakan kereta api itu ternyata juga banyak tikus mati dan kutu. Setelah banyaknya masyarakat yang meninggal karena penyakit pes, pada 1911 pemerintah mengeluarkan status epidemi pes.
(das/zlf)