Sri Mulyani Perluas Jaminan Kredit ke Pengusaha, Ini Kriterianya

Sri Mulyani Perluas Jaminan Kredit ke Pengusaha, Ini Kriterianya

Hendra Kusuma - detikFinance
Senin, 05 Apr 2021 18:25 WIB
Menkeu Sri Mulyani tInjau Kantor Pajak di Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperluas kriteria pelaku usaha yang mendapat penjaminan kredit modal kerja dari pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Adapun pelonggaran atas ketentuan tata kelola penjaminan pemerintah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.08/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

"Melalui skema penjaminan kredit modal kerja ini diharapkan perbankan dapat menyalurkan kredit kepada pelaku usaha korporasi yang membutuhkan, karena tingkat risiko kredit telah dijamin oleh skema penjaminan ini," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Rahayu Puspasari dalam keterangan resminya dikutip, Senin (5/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah telah melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan tata kelola dalam PMK 98/2020. Perubahan ketentuan berupa pelonggaran kriteria pelaku usaha korporasi bersifat lebih akomodatif dan fleksibel sehingga dapat mencakup lebih banyak pelaku usaha korporasi untuk menerima fasilitas penjaminan. Selain itu, beberapa perubahan juga dilakukan agar kriteria penjaminan pemerintah lebih menyesuaikan dengan risiko yang dihadapi oleh penjamin, perbankan, dan pelaku usaha korporasi.

"Pelonggaran pengaturan penjaminan ini diharapkan dapat mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit modal kerja kepada pelaku usaha korporasi," katanya.

ADVERTISEMENT

Sampai dengan saat ini, pandemi COVID-19 telah meningkatkan risiko usaha yang berdampak pada kesulitan kondisi keuangan pelaku usaha korporasi. Risiko tersebut antara lain berupa penurunan volume penjualan atau laba, terganggunya perputaran usaha di sektor terdampak, dan lokasi usaha berada dalam wilayah yang berisiko. Pelaku usaha korporasi juga terhambat untuk kembali melakukan aktivitas normal, salah satunya disebabkan kesulitan untuk mendapatkan kredit modal kerja.

Rincian perubahan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

• Mengubah kriteria Pelaku Usaha Korporasi;
• Menambah tenor pinjaman yang dijamin;
• Mengurangi batas minimal pinjaman modal kerja;
• Menambah pengaturan terkait pinjaman sindikasi dan restrukturisasi pinjaman;
• Mengubah porsi subsidi IJP yang ditanggung Pemerintah;
• Mengubah formula penghitungan IJP, serta
• Memperpanjang batas akhir fasilitas penjaminan.

Berdasarkan penyempurnaan ketentuan tersebut, maka kriteria untuk pelaku usaha korporasi selaku terjamin, meliputi:

• mempekerjakan tenaga kerja minimal 100 (seratus) orang. Namun demikian, Menteri dapat memberikan pengecualian jumlah tenaga kerja minimal menjadi 50 orang kepada sektor tertentu yang ditetapkan dalam surat Menteri;
• terdampak COVID-19, diantaranya:
• volume penjualan maupun laba pelaku usaha mengalami penurunan;
• sektor industri pelaku usaha terdampak;
• lokasi usaha pelaku usaha termasuk wilayah yang berisiko;
• perputaran usaha pelaku usaha terganggu; dan/atau
• kredit modal kerja sulit diakses oleh pelaku usaha;
• berbentuk badan usaha;
• merupakan debitur existing dan/atau debitur baru dari Penerima Jaminan;
• tidak termasuk dalam daftar hitam nasional; dan
• memiliki performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau kolektibilitas 2) posisi per tanggal 29 Februari 2020.

Dengan adanya pelonggaran ketentuan pada skema penjaminan pemerintah ini diharapkan dapat membantu menjaga kondisi keuangan korporasi sekaligus turut membangkitkan sektor riil dan memberikan dampak ke aspek lainnya, seperti minimalisasi pemutusan hubungan kerja akibat pandemi. Hal ini sejalan dengan tujuan program PEN yang diamanatkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020, yaitu untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya.


Hide Ads