Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), produksi jahe dalam negeri pun sebenarnya masih surplus.
Pada tahun 2019, produksi jahe dalam negeri mencapai 174.380 ton dan angka kebutuhan ialah 142.110 ton, sehingga ada surplus 3.391 ton. Kemudian, pada tahun 2020 produksi jahe dalam negeri mencapai 183.518 dengan kebutuhan 144.450 ton, sehingga ada surplus 9.585 ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, karena surplus Indonesia pun mengekspor jahe pada tahun 2019 dan 2020, dengan volume yakni 4.445 ton dan 2.188 ton.
"Dan memang ada ekspor yang tercatat tahun 2019 ada sekitar 4.000 ton, dan 2020 ada 2.188 ton. Sehingga secara neraca kebutuhan jahe nasional sebetulnya dari dalam negeri sudah cukup," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI pada Rabu, (31/3/2021) lalu.
Seorang eksportir jahe yakni Direktur Utama PT Mahan Indo Global Jaiprakash Soni mengatakan, dirinya sudah mengekspor jahe ke Bangladesh selama 12 tahun. Namun, baru tahun 2021 ini dirinya mengimpor jahe karena tingginya permintaan dalam negeri di tengah pandemi COVID-19.
"Kita impor kontainer jahe di Surabaya. Kita biasanya ekspor, tidak pernah impor. Tapi bulan Januari 2021 ini ada permintaan dari lokal cukup banyak, jahe kurang di Indonesia. Saya sudah 12 tahun ekspor jahe dari Indonesia ke Bangladesh. Tapi 2 tahun ini tidak bisa ekspor karena barang di sini kurang," ungkap Jaiprakash dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI pada hari yang sama itu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor jahe mengalami lonjakan selama dua tahun terakhir. Pada tahun 2019, impor jahe tercatat menembus 21.782 ton. Lalu, impor jahe pada tahun 2020 mencapai 19.252 ton.
Padahal, pada tahun 2017 impor jahe hanyalah sebesar 53 ton, dan pada tahun 2018 sebesar 3.886 ton.
(vdl/fdl)