Jakarta -
Pengusaha diwajibkan membayar tunjangan hari raya (THR) 2021 kepada karyawan dengan cara tidak dicicil. Pemberian paling lambat diberi kelonggaran hanya sampai H-1 Lebaran, itu pun harus dilakukan dialog terlebih dahulu bersama pekerja.
Hal itu berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Keputusan itu membuat pengusaha keberatan. Berikut 3 alasannya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Pandemi Belum Selesai
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial, Anton J Supit mengatakan kondisi perusahaan yang tidak bisa membayar THR bukan dibuat-buat karena pandemi COVID-19 memang belum berakhir. Meskipun, jumlah yang bisa memenuhi kewajiban THR akan bertambah dari tahun lalu, namun belum semua perusahaan bisa memberi THR.
"Mau pinjam uang juga tidak tahu mau pinjam kemana kan ini masalah cashflow jadi harus dalam bentuk komunikasi. Artinya kalau untuk survive saja dia sudah sulit, mau ngambil dari mana? Kita jangan berasumsi keadaan sudah normal sehingga mengeluarkan kebijakan yang normal," tuturnya, Senin (12/4/2021).
Anton menilai kebijakan yang memaksa semua perusahaan untuk membayar THR ini dapat membawa permasalahan dalam jangka panjang. Terlebih kondisi pandemi COVID-19 yang belum tahu kapan akan berakhir.
"Jadi dengan memaksa begini pasti bakal ada efek bagi perusahaan bisa bermasalah. Peraturan ini kan berlaku untuk semua termasuk UMKM yang kecil-kecil itu jadi harus dipikirkan bagi yang tidak mampu ini. Jadi saya tetap menyarankan bagi yang mampu silakan bayar, yang tidak mampu ya negosiasi," ucapnya.
2. Duitnya Dari Mana?Anton mengatakan kebijakan membayar THR sebelum Lebaran yang berlaku untuk semua perusahaan sulit direalisasikan.
"Pasti tidak semulus yang dibayangkan kita sekarang ini. Seakan-akan kalau sudah keluar instruksi harus bayar lantas semua ikuti, kalau memang tidak punya dana mau bayar pakai apa? Gaji aja mungkin dicicil. Orang kalau lagi kesulitan keuangan kalau dipaksa bagaimanapun susah," imbuhnya.
Anton mengingatkan pemerintah agar jangan mengaitkan THR untuk menggenjot daya beli masyarakat. Sebab, efek dari itu dinilai hanya bersifat sesaat dan ke depannya disebut bisa berdampak kepada nasib usaha.
"Apakah pemerintah ingin menjaga ayamnya agar setiap hari bertelur, atau ayamnya mau dipaksa dikeluarkan sekaligus sekarang dengan konsekuensi sebagian dari itu tidak bisa bertelur lagi. Kita harus jaga napas, jangan terlalu business as usual," tuturnya.
3. Sektor Bisnis yang THR-nya Rawan Dicicil
Anton mengatakan sektor yang kemungkinan tidak mampu membayar THR tepat waktu itu ada di bidang pariwisata dan ritel.
"Bagi yang tidak mampu besar juga jumlahnya. Menurut saya yang memang berat sekarang bagian pariwisata. Kita lihat sekarang juga terjadi shifting ritel juga tersedot dengan online," kata Anton.
Ketua Komite Advokasi Dewan Pengupahan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Darwoto menambahkan sektor yang kemungkinan tidak bisa membayar THR tepat waktu adalah perhotelan dan transportasi penumpang.
"Perhotelan dan pariwisata, sektor angkutan penumpang dengan larangan mudik pasti tidak mampu bayar (THR) tepat waktu," tuturnya.
Selain itu berdasarkan catatan detikcom, pengusaha tekstil sudah meminta agar THR dicicil. Alasannya, pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) masih tertekan pandemi COVID-19. Berdasarkan riset Apindo pada Januari lalu, dari 600 pengusaha TPT sekitar 200 pengusaha tercatat sudah tidak bisa mempertahankan bisnisnya.
Bukan cuma pengusaha tekstil, pengusaha restoran juga mengaku mengalami kesulitan membayar THR bahkan kemungkinan tidak akan bisa membayarnya. Sektor properti juga mengalami kesulitan membayar THR karena keuangan pengusaha di sektor tersebut sangat tertekan.