3 Alasan Rencana Erick Thohir ditolak Peternak

3 Alasan Rencana Erick Thohir ditolak Peternak

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 20 Apr 2021 19:00 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Kamis (18/03/2021). Rapat tersebut membahas pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro.
Foto: Rengga Sencaya
Jakarta -

Rencana Menteri BUMN Erick Thohir membeli peternakan sapi di Belgia melalui BUMN ditolak oleh peternak lokal. Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro menilai, pemerintah seharusnya fokus mengembangkan peternakan dalam negeri.

Berikut 3 alasan mengapa peternak menolak rencana Erick Thohir:

1. Tak Menjamin Impor Berkurang

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erick sendiri berencana membeli peternakan di Belgia demi mengurangi impor daging sapi. Namun, menurut Nanang rencana itu tidak akan mengurangi impor. Pasalnya, sapi-sapi hasil peternakan BUMN di Belgia yang dikirim ke Indonesia pun akan terhitung sebagai sapi impor.

"Kira-kira apa sih yang diharapkan dari membeli lahan peternakan di Belgia itu? Apakah mau menambah populasi, lalu yang diuntungkan siapa? Apa gunanya kalau hanya sekadar untuk menambah populasi, tapi ujung-ujungnya juga impor dari Belgia?" kata Nanang kepada detikcom, Selasa (20/4/2021).

ADVERTISEMENT

2. Peternakan Tanah Air Punya Potensi

Menurut Nanang, peternakan di Indonesia punya potensi besar dikembangkan. Caranya dengan memberdayakan para peternak lokal.

"Kenapa tidak memilih untuk memberdayakan peternak rakyat? Di mana peternak rakyat punya potensi sesuai dengan kearifan lokal masing-masing," tegas Nanang.

Ia mengatakan, Indonesia punya potensi untuk menekan impor daging sapi dengan memberikan bantuan kepada peternakan anak sapi. Selama ini, populasi anak sapi masih belum banyak karena untuk mengembangkannya dibutuhkan biaya besar, sementara harga jual tak seberapa. Nanang mengatakan, dibutuhkan biaya Rp 6 juta untuk memelihara satu ekor anak sapi. Sementara, harga jualnya tak jauh dari biaya tersebut.

"Usaha pembibitan (ternak) di Indonesia itu kurang menarik karena harga jual dengan biaya produksi imbang-imbang saja," tutur dia.

Oleh sebab itu, ia menilai ketimbang mengeluarkan dana untuk membeli peternakan di Belgia, lebih baik uangnya digunakan untuk memberi subsidi pada setiap ekor anak sapi, peternak akan mau mempertahankan usaha ternaknya.

"Kalau dana yang digunakan untuk membeli lahan peternakan di Belgia bisa digunakan untuk mensubsidi setiap anak sapi yang lahir, misalnya setiap anak sapi diberi subsidi sekitar Rp 1,5 juta per ekor, dengan validasi data dilakukan oleh yang berwenang, apakah itu kepala dinas peternakan tingkat kecamatan, kelurahan, dan lain-lain, sehingga akan menggairahkan industri peternakan rakyat," ujarnya.

Dengan cara itu, maka peternak bisa bertahan menghadapi godaan untuk menjual induk sapi. Nantinya, secara perlahan populasi sapi dalam negeri bertambah, dan bisa meraih cita-cita swasembada daging sapi.

"Kalau betina tersebut melahirkan anak sapi, dan anak sapi itu juga mendapatkan insentif dari pemerintah, maka peternak paling tidak ingin mempertahankan indukan itu, tidak tergoda untuk memotong walaupun ada tawaran harga yang lebih menarik. Sehingga target untuk mencapai swasembada nantinya itu akan lebih mudah tercapai," tandas Nanang.

Senada dengan Nanang, pengamat peternakan sapi Rochadi Tawaf menilai, membeli peternakan sapi di Belgia akan dibutuhkan anggaran yang besar. Menurutnya, dana tersebut seharusnya digunakan untuk memberdayakan peternak lokal.

"Kalau mau beli ya beli saja biasa. nggak usah pakai investasi di negara orang. Kalau mau investasi di negara orang pakai uang negara, kenapa tidak diberdayakan yang ada di dalam negeri saja?" tegas Rochadi.

3. RI Punya Banyak Lahan Kosong untuk Jadi Peternakan

Menurut Rochadi, Indonesia masih punya banyak lahan kosong yang bisa dikembangkan menjadi peternakan sapi. Salah satunya pulau-pulau kosong di Papua. Begitu juga dengan rencana integrasi peternakan sapi dengan perkebunan sawit, lahan eks tambang, dan sebagainya.

"Lahan-lahan luas di luar Pulau Jawa, integrasi sapi-sawit, lahan eks tambang, pulau-pulau kosong di Papua, dan masih banyak juga di perbatasan-perbatasan. Yang penting sekarang niat Pemerintah ini harus ditunjukkan, tidak setengah hati," tegas Rochadi ketika dihubungi detikcom, Selasa (20/4/2021).

Rochadi mengatakan, untuk program integrasi sapi-sawit harus dijalankan dengan lebih serius agar pengusaha sawit tertib melaksanakannya. Caranya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) yang diperuntukkan kepada pengusaha sawit.

"Misalnya melalui Keppres, SK Presiden. Bukan SK Menteri, misalnya sapi-sawit itu kan SK Menteri, itu kan nggak jalan. Itu bisa dilakukan," tutur Rochadi.

Dihubungi terpisah, Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB) Denny Widaya Lukman mengatakan, pemerintah perlu menjaga keberadaan lahan-lahan peternakan sapi, baik di pusat maupun daerah. Pasalnya, saat ini lahan peternakan sapi berkurang karena banyak dibangun untuk perumahan.

Oleh sebab itu, pemerintah pusat maupun daerah harus menjaga ketersediaan lahan peternakan mengingat pentingnya peternakan untuk menjaga pasokan daging sapi dalam negeri.

"Komitmen utama semua lini di atas, nggak bisa hanya Kementan, Kemendag, susah. Karena itu juga terkait Pemda, dan karena otonomi mereka tidak tunduk dengan pusat," pungkas Denny.


Hide Ads