Ekonom Ungkap 'Orang Kuat' di Balik Dorongan Tax Amnesty Jilid II

Ekonom Ungkap 'Orang Kuat' di Balik Dorongan Tax Amnesty Jilid II

Tim Detikcom - detikFinance
Kamis, 27 Mei 2021 13:57 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Beberapa ekonom sepakat dengan Ekonom Senior Faisal Basri yang menduga ada 'orang kuat' di balik rencana pemerintah menerbitkan tax amnesty jilid II. Sebab, sebelumnya pemerintah telah berjanji hanya akan mengeluarkan pengampunan pajak sebanyak satu kali saja. Namun, tiba-tiba malah muncul lagi wacana yang bertentangan dengan janji tersebut.

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira orang ketiga yang dimaksud Faisal ada di kalangan oligarki pemerintahan yang punya akses ke kebijakan.

"Orang kuatnya siapa? Ya oligarki. Itu punya akses ke kebijakan. Oligarki pasti suka diampuni berkali-kali," ujar Bhima kepada detikcom, Kamis (27/5/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi, Bhima enggan membocorkan lebih jauh siapa sosok oligarki tersebut. Yang jelas, sambung Bhima wacana ini hanya akal-akalan saja untuk lari dari kewajiban membayar pajak.

"Ini alasan saja oknum yang mau cuci uang kejahatan dan penghindaran pajak," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Sebab, tidak ada urgensi khusus sampai pemerintah harus mengeluarkan tax amnesty tersebut. Bahkan, bisa-bisa kebijakan itu malah membuat rasio pajak menurun karena kelonggaran tadi bisa ditangkap oleh para wajib pajak untuk lepas dari tanggung jawabnnya dan menunggu tax amnesty selanjutnya.

"Pandemi tidak bisa dijadikan alasan lalu keluarkan pengampunan pajak lagi. Sebelum pandemi rasio pajak dalam artian sempit sudah anjlok. Di 2020, pandemi hanya menambah turunnya rasio pajak ke 8,3%," sambungnya.

"Tingkat kepatuhan pajak khususnya kelompok atas juga rendah karena berharap tax amnesty berikutnya dalam waktu yang dekat," tambahnya.

lanjut membaca ke halaman berikutnya

Simak juga 'Menkeu Sri Mulyani Tinjau Hari Terakhir Tax Amnesty':

[Gambas:Video 20detik]



Hal serupa disampaikan oleh Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah. Piter sepakat dengan Faisal Basri yang menilai ada pengaruh 'orang kuat' di balik rencana pemerintah tersebut. Namun, Piter enggan mengira-ngira siapa sosok 'orang kuat' tersebut.

"Saya sependapat dengan bapak Faisal Basri. Kalau pak Faisal Basri mengatakan ada orang di belakangnya ini yang kemarin mungkin tidak ikut (tax amnesty jilid I) sekarang mau ikut," kata Piter.

Menurut Piter bila pemerintah sampai mengeluarkan Tax Amnesty Jilid II, tentu kredibilitas pemerintah itu jadi dipertanyakan publik. Pemerintah harusnya bisa menjaga janji yang sudah pernah diucapkannya.

"Nah ini jangan pemerintah yang dikorbankan," ucapnya.

Untuk itu, Piter mengimbau agar pemerintah membantalkan rencana itu. Sebab, secara teori atau konsep pun, Tax Amnesty itu seharusnya dilakukan sekali seumur hidup atau setidaknya diberi jarak yang sangat lama antara 20-30 tahun setelah dikeluarkannya pengampunan pajak yang pertama.

"Bukan 2-3 tahun terus diberikan lagi. Kenapa? Karena ini untuk menghindari moral hazard. Jadi tax amnesty itu kan tujuannya untuk meningkatkan kepatuhan dari wajib pajak kalau diberikan berulang nanti menimbulkan moral hazard. Ngapain saya patuh saya tunggu aja tax amnesty selanjutnya," imbuhnya.


Hide Ads