Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 12%. Ditambah lagi, pemerintah juga akan mengenakan PPN untuk sembako yang sebelumnya terbebas dari pajak.
Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat membuat daya beli masyarakat makin amblas di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) yang belum berakhir. Sebab, pada akhirnya masyarakat lah sebagai konsumen yang harus menanggung PPN lewat kenaikan harga.
"Pasti beban itu akan di-takeover atau dialihkan ke konsumen. Artinya ada potensi kenaikan berbagai macam harga yang dikonsumsi oleh masyarakat," kata Ekonom Senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati kepada detikcom, Rabu (9/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet juga berpendapat kenaikan PPN bisa mengganggu upaya pemerintah untuk mendorong konsumsi masyarakat. Sebab, meskipun kenaikan PPN hanya 2%, dari 10% menjadi 12%, bagi kelas menengah ke bawah dampaknya bisa signifikan.
"Itu sebenarnya bisa berdampak signifikan gitu terhadap daya beli mereka, terhadap kemampuan konsumsi mereka. Apalagi sebenarnya tidak ada jaminan tahun depan misalnya pemerintah bisa mengembalikan kondisi perekonomian seperti sebelum terjadinya pandemi," papar Rendy.
Terkait rencana pemerintah mengenakan PPN bagi kebutuhan mendasar masyarakat, alias sembako, dia menyarankan hal itu dipertimbangkan kembali oleh pemerintah.
"Barang-barang yang tadinya tidak dikenakan PPN akan dikenakan PPN untuk beberapa barang. Menurut saya ini sangat esensial sebenarnya untuk tidak dikenakan (PPN)," sebutnya.
Dia mengusulkan pemerintah menggunakan skema multi tarif, yakni untuk barang-barang yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak tidak dikenakan PPN.
"Sementara barang-barang yang sifatnya elastis terhadap perubahan harga itu yang baru kemudian dikenakan PPN ya dengan tarif yang lebih tinggi. Jadi saya kira itu alternatifnya kalau pun pemerintah ingin menaikkan tarif PPN," jelas Rendy.
Jika kenaikan PPN menjadi 12% dipukul rata dengan skema single tariff maka daya beli masyarakat akan terganggu.
"Saya kira kalau misalnya pakai skema single tariff ini yang kemudian bisa berdampak terhadap kemampuan pemerintah untuk mendorong konsumsi masyarakat di tahun depan," tambahnya.
Lihat Video: PDIP-PKS-PPP soal Wacana Kenaikan PPN: Ekonomi Berat, Berimbas ke Rakyat