Praktik pungutan liar (pungli) jadi momok bagi para pelaku usaha sektor logistik. Pengusaha logistik mengaku dilema terhadap praktik ini.
Chief Operating Officer Iron Bird Logistic, Hally Hanafiah mengatakan, bila menolak memberi pungutan liar itu, proses bisnisnya diperlambat. Ujung-ujungnya, mereka akan mengalami kerugian.
"Kami di lapangan serba salah terkait persoalan pungli dan premanisme ini. Menolak memberi akibatnya proses diperlambat. Akhirnya kami harus menghadapi keluhan dari para pelanggan kami," ungkapnya dalam keterangan yang diterima, Kamis (17/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, kata dia, dalam beberapa kasus premanisme melakukan aksi pengrusakan barang yang digunakan jasa logistik. "Seperti kaca truk dilempar batu dan lain sebagainya. Kalau memberi seakan-akan kami membenarkan sesuatu yang salah," ujarnya.
Pihak pelaku usaha jasa logistik meminta tak hanya penindakan dan pencegahan saja, tetapi juga termasuk pembenahan sistem logistik nasional. Sistem yang dimaksud seperti memaksimalkan efisiensi dan kelancaran operasional rantai pasok sekaligus meminimalkan potensi kejahatan.
Zaldy Ilham Masita, Anggota Dewan Pembina Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mencontohkan praktek sistem tersebut telah dilakukan di Cikarang Dry Port yang menggunakan sistem Smart Point, yakni aplikasi dan sistem pembayaran online dan paperless. Menurutnya, sistem ini meminimalkan pertemuan tatap muka langsung sehingga peluang pungli dapat dihindari atau jauh berkurang.
"Pemberantasan pungli dan premanisme ini perlu menjadi perhatian kita bersama, baik dari pemerintah, aparat, pelaku logistik, operator pelabuhan, hingga pengusaha truk. Karena efisiensi dan kelancaran logistik dapat mendukung upaya pengembangan ekonomi dan industri kita," kata Zaldy.