Kisah Mantan Tentara Raup Ratusan Juta dari Bisnis Porang

Kisah Mantan Tentara Raup Ratusan Juta dari Bisnis Porang

Aulia Damayanti - detikFinance
Sabtu, 26 Jun 2021 15:30 WIB
Jadi Petani Porang, Pria Ini Dapat Omzet Rp 800 Juta/Hektare
Foto: Dok. Pribadi: Jadi Petani Porang, Pria Ini Dapat Omzet Rp 800 Juta/Hektare
Jakarta -

Petani Porang asal Sidoarjo, Jawa Timur bernama Eko Purwanto mengaku dirinya bisa menghasilkan Rp 560 juta-Rp 800 juta untuk satu hektare lahan. Dia pun mengaku pertanian porang ini tidak terdampak pandemi saat banyak bisnis lain merugi karena pandemi COVID-19.

Selama pandemi, Eko menyebut banyak pengusaha yang akhirnya banting setir ke pertanian porang. Teman-temannya pun dari pengusaha pariwisata, perhotelan, pengusaha konveksi hingga pengusaha burung walet banyak yang menghubunginya untuk belajar budi daya porang.

"Setelah pandemi ini mulai meledak, alhamdulillah kita nggak kena imbas sama sekali, semua teman di bisnis pariwisata, perhotelan, pengusaha konveksi yang terimbas pandemi beralih ke porang. Bahkan ada yang mau buat pabrik," terang Eko kepada detikcom pekan lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ternyata sebelum menjadi petani porang, dirinya tergabung di TNI Angkatan Laut (AL) sejak 1996 hingga 2017. Dia memutuskan untuk pensiun dini pada 2017 setelah 20 tahun di TNI dan langsung serius menggeluti pertanian porang.

"Jadi ceritanya dulu saya bergabung di TNI, namun setelah menggeluti dunia pertanian saya memilih untuk mengundurkan diri secara terhormat, setelah itu serius bertani porang. Jadi sudah ada pengalaman angkat senjata, sekarang angkat pacul," jelasnya, kepada detikcom.

ADVERTISEMENT

Eko pun mengaku serius menggeluti dunia pertanian saat dirinya bertugas pada 1999 di pulau terluar dan tidak ada penduduk. Eko mengungkap saat itu dirinya belajar dunia pertanian yang sekaligus digunakan untuk bertahan hidup saat bertugas.

"Saat itu saya mulai menggeluti dunia pertanian, mulai dari menanam bibit jagung, cabai, sayur, tomat, dan lainnya yang kita manfaatkan lahan di sekitar pos," katanya.

Pada 2017 juga Eko mulai serius merintis pertanian porang. Eko mengungkap saat itu modal awal yang digunakan Rp 10 juta untuk satu hektare tanah dengan harga bibit hanya Rp 4.000 per kilogram (kg). Belum banyak karyawan yang dimiliki Eko saat itu hanya dibantu oleh keluarga terdekat.

Pada awal budidaya porang, omzet yang didapat Eko sudah cukup menakjubkan, yakni untuk satu hektar lahan sebesar Rp 360 juta.

"Pada waktu itu awal Rp 10 juta bisa dapet 80 ton porang jika dikali Rp 4.000 berarti Rp 360 juta untuk omzet awal. Karyawan ya keluarga terdekat saja pada waktu itu," terangnya.

Kini budidaya porang milik Eko sudah meluas. Pertanian porangnya di Sidoarjo, Jawa Timur telah meluas sebesar 50 hektare. Kini dirinya juga telah 50 karyawan, terdiri dari 20 orang pertani dan sisanya di bagian marketing dan operasional.

Dia juga memiliki cabang pertanian, di Garut, Jawa Barat dengan luas pertanian 50 hektare dan di Banyumas, Jawa Tengah dengan lahan 50 hektare. Masing-masing cabang itu juga disebut terdapat 50 karyawan, sudah termasuk petani.

"Punya cabang di Jawa Tengah, Banyumas. Karena permintaan tinggi saya buka cabang dengan adik saya di Jawa Barat di daerah Garut," tuturnya.

Modal yang keluarkan saat ini juga telah meningkat. Eko menyebut sekarang modalnya bisa sekitar Rp 200 juta per satu hektare lahan. Modal itu termasuk modal tenaga kerja, olah lahan, pemupukan.

Omzet budi daya porang ternyata menggiurkan lho. Penasaran? langsung cek halaman berikutnya.

Omzet yang didapat Eko bisa lebih dari Rp 800 juta per hektar untuk satu kali panen. Namun, Eko menjelaskan omzet itu tidak sekaligus dia dapatkan, untuk mencapai itu, menunggu dalam jangka waktu tiga tahun.

"Rp 800 juta dalam tiga tahun itu jika harga hasil porang dijual seharga Rp 10.000 per kilonya. Tahun lalu kita pernah mencapai Rp 1 miliar, kalau hasil umbinya 3-4 kg dan dikalikan Rp 10.000 pada 2019 kemarin pas awal pandemi,"jelasnya.

Eko mengatakan untuk waktu panen porang ini tergantung bibit yang digunakan. Ada pun bibit yang digunakan, yakni bibit umbi mini atau sedang bisa satu tahun panen, umbi katak mini 2-3 tahun panen, dan bibit spora 4-5 tahun panen.

Melanjutkan hasil budi dayanya, Eko bekerja sama dengan beberapa pabrik untuk diekspor ke China hingga Jepang. Tidak hanya dalam bentuk bahan baku, pabrik-pabrik yang bekerja sama dengan Eko juga mengolah porang menjadi beberapa makanan siap saji hingga minuman, ada Nasi Shirataki, Mie Basah, Minuman diet, Spaghetti, hingga latte. Produk itu semua juga diekspor ke luar negeri.

Eko mengatakan pihaknya sangat terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar budidaya porang. Dia mengatakan akan membimbing dari awal penanaman sampai panen, untuk hasilnya juga diperbolehkan untuk dijual ke Eko. Jika ingin belajar Eko terbuka jika ingin datang langsung atau secara virtual melalui video call.

Adapun modal yang bisa disiapkan jika ingin budi daya porang, Eko mengungkap tergantung bibit yang dipilih. Ia menjelaskan bibit porang ada berbagai macam, yakni bibit umbi mini minimal modal per hektare Rp 90-100 juta, katak sedang ke besar Rp 60-70 juta, katak mini Rp 35 juta, dan bibit spora hanya Rp 10 juta.

"Tetapi modal bibit itu belum dengan pupuk dan olah lahan, kalau pakai bibit yang Rp 90 juta jika digabungkan dengan pupuk dan olah lahan hingga operasional, modalnya bisa mencapai Rp 200 jutaan," jelasnya.

Meski Eko memutuskan untuk pensiun dini dari TNI lima tahun lalu, dia tidak merasa rasa nasionalismenya berkurang terhadap Indonesia. Karena dengan bisnis ini Eko tetap bisa membantu negara dengan menciptakan lapangan kerja tentu akan mengurangi pengangguran dan kriminalitas.

"Bela negara saya ini dengan cara saya sendiri tidak harus angkat senjata. Bedanya bela negara saya di dunia pertanian," terangnya.


Hide Ads