Buruh Anggap Vaksinasi Berbayar Sebagai Komersialisasi!

Buruh Anggap Vaksinasi Berbayar Sebagai Komersialisasi!

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 12 Jul 2021 08:02 WIB
Buruh kembali melakukan demo menolak Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja di Gedung DPR, Selasa (17/11/2020).
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyoroti adanya vaksin berbayar yang disediakan oleh PT Kimia Farma Tbk. Dia khawatir akan terjadi komersialisasi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.

"Setiap transaksi jual beli dalam proses ekonomi berpotensi menyebabkan terjadinya komersialisasi oleh produsen yang memproduksi vaksin dan pemerintah sebagai pembuat regulasi, terhadap konsumen dalam hal ini rakyat termasuk buruh yang menerima vaksin," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis dikutip detikcom, Senin (12/7/2021).

Hal itu berkaca dari adanya rapid test yang dinilai adanya komersialisasi dengan harga yang memberatkan. Misalnya, diwajibkan rapid tes sebelum naik pesawat dan kereta api, bertemu pejabat, bahkan ada buruh yang masuk kerja pun diharuskan rapid test.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Akhirnya ada semacam komersialisasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang awalnya menggratiskan rapid test bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh harus melakukannya secara mandiri (membayar sendiri)," tuturnya.

"Ini yang disebut komersialisasi. Dengan vaksin berbayar individu, berarti hak sehat untuk rakyat telah diabaikan oleh negara karena vaksinasi tidak lagi dibiayai pemerintah," katanya.

ADVERTISEMENT

Kedua, kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan dan individu warga negara berbeda. Said Iqbal memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total jumlah perusahaan di Indonesia.

"Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksin gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang bagi buruh Indonesia," tegasnya.

"Jadi ini hanya proyek lip service yang hanya manis di retorika atau pemanis bibir tetapi sulit diimplementasikan di tingkat pelaksanaan. Ujung-ujungnya vaksin gotong royong hanya akan membebani buruh dari sisi pembiayaan," tambahnya.

Lanjut halaman berikutnya.

Untuk itu, KSPI meminta agar vaksinasi individu tetap digratiskan dan ditanggung pemerintah. Menurutnya tidak perlu ada vaksin berbayar karena sesuai dengan perintah konstitusi sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU Kesehatan, dan UU Karantina; program vaksinasi COVID-19 ini adalah tanggungjawab negara.

"Intinya, KSPI mengharapkan kepada pemerintah agar pemberian vaksin untuk buruh dan setiap warga negara digratiskan," tegasnya.

Jika pemerintah membutuhkan anggaran tambahan untuk menyelenggarakan vaksin gotong royong ini, pemerintah disarankan untuk sedikit menaikkan nilai pajak badan perusahaan (PPH 25) dan mengambil sebagian anggaran Kesehatan yang dalam UU Kesehatan besarnya adalah 5% dari APBN dengan cara melakukan efisiensi birokrasi di bidang kesehatan.


Hide Ads