Perusahaan penyeida paspor, Plan B Passport, telah menghabiskan tiga tahun terakhir membantu orang menghindari pajak atas keuntungan bitcoin mereka. Perusahaan ini didirikan oleh seorang perempuan asal Rusia, Katie Ananina.
Melansir dari CNBC, Senin (12/7/2021), perusahaan milik Ananina ini menawarkan kliennya (yang biasanya merupakan trader/pemain crypto asal Amerika) paspor kedua dari negara-negara yang membebaskan pajak capital gain atas kepemilikan crypto. Dengan adanya paspor dari negara lain ini, pemilik Cryptocurrency asal AS tersebut dapat mengurangi jumlah pajak yang harus mereka bayarkan atas keuntungan dari bitcoin yang didapatkan.
Perlu diketahui bahwa di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, pemerintah memperlakukan mata uang virtual, yang mencakup bitcoin dan mata uang kripto lainnya sebagai properti. Artinya di negara-negara tersebut bitcoin dikenakan pajak dengan cara yang mirip dengan saham atau properti nyata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ananina mengatakan bahwa beberapa pemain cryptocurrency yang dia kenal yang telah berpikir untuk mendapatkan paspor kedua sebagai cara untuk menghindari membayar pajak capital gain atas kepemilikan aset krypto mereka. Setiap tahun, Paspor Plan B membantu ratusan orang dari negara-negara seperti AS, Inggris, Australia, dan Kanada agar mendapatkan paspor kedua di negara-negara "surga" pajak.
Paspor Plan B menawarkan paspor kedua dari tujuh negara yakni Saint Kitts dan Nevis, Antigua dan Barbuda, Dominika, Vanuatu, Grenada, Saint Lucia , dan Portugal. Perusahaan bekerja bersama-sama dengan program investasi tempat tinggal atau kewarganegaraan dari masing-masing pemerintah, sehingga kliennya dapat memiliki paspor kedua dari negara-negara tersebut.
Ananina mengatakan bahwa rata-rata biaya yang dikenakan untuk para pelanggannya berkisar antara US$130.000 atau setara dengan Rp 1,9 miliar (dengan kurs Rp 14.500/dolar AS) hingga US$180.000 atau setara dengan Rp 2,6 miliar.
"Ini pada dasarnya adalah sumbangan ke dalam dana pertumbuhan berkelanjutan negara (pemberi paspor)," katanya.
"Jadi, klien memberikan donasi US$100.000 atau US$150.000, ditambah beberapa biaya uji tuntas, biaya pemerintah, dan kemudian US$20.000 untuk biaya layanan hukum saya," jelasnya.
Baca juga: Elon Musk Terancam Denda Rp 28 T, Kok Bisa? |