Didik Rachbini Cerita Christianto Wibisono & Ramalan Jokowi Presiden

Didik Rachbini Cerita Christianto Wibisono & Ramalan Jokowi Presiden

Tim detikcom - detikFinance
Kamis, 22 Jul 2021 22:45 WIB
Christianto Wibisono
Foto: Ari Saputra: Christianto Wibisono
Jakarta -

Ekonom Senior di era Orde Baru, Christianto Wibisono atau Oey Kian Kok meninggal dunia pada hari ini, Kamis (22/7/2021). Christianto meninggal pada usia 76 tahun.

Ekonom senior Institut for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini mengenang sosok Christianto sebagai seorang sahabat yang aktif menulis dan kritis. Dia pun mengakui Christianto merupakan 25 pakar ekonomi berkelas selama masa Orde Baru.

Berikut catatan kenangan Didik tentang Christianto Wibisono:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

COVID-19 tidak kenal ampun menyerang siapa saja. Yang sehat dan kuat pada umumnya tahan menghadapi serbuan covid-19 ini. Tetapi yang kebetulan pertahanan tubuhnya lemah, maka resikonya besar. Resiko itu kini ditanggung oleh sahabat senior saya, tokoh Angkatan 66, Christianto Wibisono (CW). Tokoh senior ini tidak lagi mampu menghadapi pandemi, yang sekarang menjadi masalah bersama bangsa ini dan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Satu per satu gugur, termasuk sahabat Chritianto Wibisono.

Christianto Wibisono adalah ahli ekonomi politik, yang sangat rajin menulis buku dan cukup kritis menuangkan tulisan berbagai artikel di media massa. Dalam tulisan Sjahrir (Pakar Ekonomi, Kebijakan Ekonomi dan Ekonomi Politik, 1994) CW diakui termasuk ke dalam 25 pakar ekonomi papan atas politik pada masa Orde baru, bersamaan dengan ekonomi senior, yang juga sudah wafat (Soemitro Djojohadkusumo, Sjahrir, Sarbini Sumawinata, Suhadi Mangku Suwondo, Hadi Soesastro, Pande Raja Silalahi, Soeharsono Sagir, Rijanto, Dawam Rajardjo, Hartojo Wignyowiyoto, Nurimansjah Hasibuan, The Kian Wie, Frans Seda). Sedangkan pakar ekonomi lainnya yang masih sehat, antara lain Rizal Ramli, Marie Pangestu, Djisman Simanjuntak, dan lain-lain.

ADVERTISEMENT

Ukuran kepakaran Christianto dan 25 pakar sejawat lainnya dipersempit sebagai ahli ekonomi yang rajin menulis dan menuangkan pemikiran khususnya di koran Kompas, media massa terbesar di tanah air. Pada waktu itu tidak ada internet, sirkulasinya mencapai setengan juta dan dibaca oleh jutaan warga di seluruh Indonesia. Nama CW diakui termasuk ke dalam klub 25 ekonom tersebut dan berperan sebagai analis bidang bisnis dan ekonomi politik, meskipun lulus dari Fakultas Ilmu Sosial Politik UI, bukan fakultas ekonomi.

Pada masa Orde Baru ketika bicara politik dibatasi, CW mendirikan think Tank bernama Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI). Lembaga ini tidak hanya menyediakan data-data bisnis, tetapi juga aktif menggelar seminar yang berbobot dengan uraian data-data bisnis yang kuantitatif dan analisa ekonomi politik tentang lingkungan bisnis Indonesia, yang kompleks dan bahkan terkandung misteri, yang sulit ditebak.

Pada masa reformasi atau pasca Orde Baru, CW tetap aktif menuangkan pemikirannya di berbagai media dan menulis buku. Pada masa Presiden SBY, bersama saya, CW menjadi anggota Komite Ekonomi Nasional, yang diangkat presiden untuk memberikan saran dan nasehat kebijakan bidang ekonomi. Jadi, sepanjang hidupnya CW terus produkti dan tak kenal lelah mendedikasikan dirinya sebagai cendikiawan, pemikir dan terus menulis buku.

Ramalan tentang Joko Widodo (Jokowi) jadi Presiden ada di halaman berikutnya. Langsung klik

Dalam satu kesempatan, pada 6 Februari 2013, saya ajak presentasi di depan media massa hasil survey saya tentang popularitas tokoh, yang diperkirakan menjadi presiden pada tahun 2014. Di dalam presentasi tersebut saya menyebut Jokowi adalah presiden yang akan datang berdasarkan hasil survei lembaga baru yang saya dirikan, Pusat Data Bersatu (PDB). Semua media massa yang hadir mengutip hasil survey tersebut. Karena tiba-tiba ada survey tersebut, saya dan CW banyak mendiskusikan hal tersebut dan aspek politik lainnya.

Bulan yang lalu CW masih terus berkomunikasi dengan saya dan bahkan mengirimkan buku tulisannya yang cukup tebal, 362 halaman, berjudul "Kencan Dinasti Menteng". Buku ini sangat menarik karena menceritakan penguasa negeri ini sesungguhnya bergulir dari elit ke elit, yang umumnya para presiden dan menteri tinggal di wilayah strategis dan mahal, yakni kawasan menteng. Ini metafora dan mungkin sindiran juga tentang elitisme politik di negeri ini, suatu gambaran perlunya pemimpin lebih merakyat. Sampai beliau wafat, saya tidak pernah mendiskusikan buku ini, kecuali di beberapa bagian pemikirannya di grup WhatsApp anggota KEN masa SBY (2009-2014) di mana kita berdua ada di situ.


Hide Ads