Jakarta-Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan, mengimbau pemerintah untuk tidak melakukan penambahan utang baru. Syarief Hasan menilai, pengelolaan utang luar negeri selama masa Pandemi COVID-19 cukup memprihatinkan.
"Dari berbagai kajian menunjukkan bahwa pertumbuhan utang luar negeri Indonesia semakin jauh melampaui pertumbuhan PDB Indonesia. Laju penyebaran COVID-19 juga semakin sulit dikendalikan dan berpengaruh terhadap ekonomi. Rasio utang terhadap PDB juga membengkak mendekati 41,35% dan berpotensi gagal bayar," tutur Syarief dalam keterangannya, Senin (9/8/2021).
Diketahui, pemerintah Indonesia kembali berencana menambah utang baru pada 2021 sebesar Rp 515,1 triliun. Sementara itu, tercatat utang Indonesia bertambah Rp 1.226,8 triliun selama 2020 dan bertambah sebesar Rp 1.177,4 triliun pada Januari hingga penghujung Juni 2021.
"Rasio utang Indonesia terhadap PDB kini telah mencapai 41,35%. Jika bertambah Rp 515,1 triliun, maka rasionya berpotensi mencapai 42%-43%. Kondisi ini semakin diperparah dengan potensi gagal bayar yang disampaikan oleh BPK RI," ungkap Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Syarief menyebut, kemampuan negara dalam melunasi utang dan bunga diperkirakan menjadi semakin sulit.
"Kemampuan negara membayar utang bersama bunga utang yang tinggi akan semakin sulit di tengah ketidakpastian ekonomi. Laporan BPK RI juga menyebutkan pemerintah berpotensi gagal bayar utang. Utang Indonesia yang semakin membludak ini perlu dikaji sehingga tidak menjadi momok menakutkan di masa depan," ungkapnya.
Ia menyebut, jumlah utang negeri seharusnya menjadi prioritas pemerintah untuk dikelola dengan baik.
"Pemerintah harus mengelola ekonomi dengan baik. Pemerintah harus fokus menyelesaikan masalah COVID-19, sembari menguatkan perekonomian nasional yang hari ini masih resesi, bukan malah menambah utang baru di tengah ketidakpastian ekonomi dan kedaruratan COVID-19," kata dia.
Politisi senior ini juga menegaskan agar pemerintah berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri.
"Pemerintah harus berhati-hati sebab rasio utang terhadap PDB semakin mendekati ambang batas 60% sesuai dengan UU Keuangan Negara. Apalagi, rasio utang Indonesia kemungkinan masih akan terus naik, terutama akibat tekanan Pandemi COVID-19. Pemerintah harus memperhatikan rekomendasi BPK RI dan fokus dalam penguatan perekonomian nasional yang baru saja positif, setelah setahun mengalami resesi," ungkapnya.
Baca juga: Utang Luar Negeri RI Turun, Jadi Berapa? |
Syarief juga menyebut, saat ini pemerintah cenderung banyak menambah utang luar negeri.
"Dulu di masa Soeharto, penambahannya Rp 551,4 triliun, lalu di masa SBY masih terkendali dengan penambahan sebesar Rp 1.310 triliun. Kini, di masa pemerintahan Jokowi, penambahannya sudah mencapai Rp 3.946 triliun hanya dalam waktu kurang lebih tujuh tahun dan masih berpotensi terus bertambah. Ini berbahaya jika tidak segera dikendalikan," terang Syarief.
(ega/hns)