Apakah gawai anda pernah menerima SMS, WhatsApp, atau Telegram dari nomor tidak dikenal yang menawarkan pinjaman dengan akses mudah, cepat, dan tanpa agunan?
Inilah salah satu modus pinjol (pinjaman online) ilegal untuk menawarkan layanan pinjaman dengan syarat-syarat super mudah. Lihat saja, banyak syarat-syarat yang ditabrak, misalnya tidak perlu BI checking. Ya, namanya juga ilegal, pasti banyak yang tidak sesuai aturan.
Dengan menyebarkan tawaran secara acak tersebut ternyata cukup banyak masyarakat yang tergiur untuk meminjam, baik karena alasan keterdesakan ekonomi, menutup utang lama dengan utang baru, atau bahkan berhutang sekadar menuruti gaya hidup. Ini yang berbahaya, karena dampak lanjutan pinjol ilegal ini sangat berat jika terjadi macet bayar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyitir data OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sejak 2018 hingga Juni 2021 telah ditutup sebanyak 3.193 aplikasi/website pinjol ilegal dari aktivitas cyber patrol yang dilakukan Satgas Waspada Investasi (SWI). Rentenir online ini memanfaatkan teknologi komunikasi baik melalui aplikasi, media sosial, maupun website untuk menebar perangkap di jagad maya menjerat siapa saja calon nasabah yang tergoda. Kecepatan, kemudahan pencairan pinjaman, hingga tidak perlunya agunan mereka jadikan gula-gula untuk memikat nasabah.
Di balik semua itu, mereka persiapkan hitungan bunga- berbunga yang dapat membuat peminjam kesulitan melunasi utang. Akibatnya, masyarakat yang tergiur dengan tawaran pinjol ilegal bukannya tertolong tetapi malah semakin terlilit utang. Peribahasa Jawa mengatakan "nulung menthung".
Pandemi, Literasi, dan Mitigasi Melalui Pasar Pandemi yang tidak kunjung teratasi membuat beban ekonomi masyarakat semakin berat. Di sisi lain, bunga dan imbal hasil yang relatif rendah dibandingkan kondisi normal membuat simpanan di lembaga keuangan formal menjadi kurang atraktif mendatangkan cuan.
Situasi ini selanjutnya dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang ingin mendapatkan keuntungan berlebih di tengah kondisi ekonomi yang masih tertatih. Mereka memutar uang melalui pinjol illegal agar dananya beranak- pinak dengan pengembalian hasil yang jauh lebih tinggi dibanding tawaran dari lembaga keuangan formal. Literasi keuangan masyarakat yang masih rendah juga semakin menyuburkan bisnis para rentenir online ini. Indeks literasi keuangan Indonesia hanya sebesar 38,03 persen (2019). Meskipun angka tersebut membaik dibandingkan 2016 (29,7 persen) maupun 2013 (21,84 persen), namun ini menggambarkan bahwa masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan masih sedikit.
Bahkan, jika data literasi tersebut dipilah berdasarkan sektor jasa keuangan, maka akan terlihat nilai indeks literasi untuk lembaga keuangan mikro adalah yang paling minim (0,85 persen). Bandingkan dengan literasi masyarakat terhadap sektor perbankan yang memiliki nilai indeks sebesar 36,12 persen. Padahal, sangat mungkin sebagian besar nasabah pinjol ilegal ini adalah mereka yang aktivitas ekonominya berada di skala mikro maupun ultra mikro. Kelompok ini menjadi sasaran empuk pinjol ilegal karena merupakan kelompok yang paling tidak terliterasi dalam keputusan pengelolaan keuangan.
Pemerintah tidak tinggal diam melihat situasi maraknya pinjol ilegal.
Terdapat SWI yang beranggotakan 13 anggota Kementerian dan Lembaga untuk memberantas pinjol ilegal. Upayanya pun tidak terbatas pada pemblokiran aplikasi maupun situs internet yang dinilai tidak menimbulkan efek jera. SWI juga mendorong penegakan hukum kepada para pelaku pinjol ilegal untuk melindungi masyarakat. Di luar upaya memberantas pinjol ilegal melalui pembentukan SWI, terdapat upaya lain yang dapat menjadi jalan untuk menggusur keberadaan pinjol ilegal. Upaya tersebut salah satunya adalah melawan keberadaan pinjol ilegal dari dalam pasar. Artinya, aspek-aspek yang selama ini dipersepsikan sebagai keunggulan layanan pinjol ilegal dikikis dengan strategi penyediaan kecepatan, kemudahan akses pinjaman, dan ketidakperluan agunan oleh lembaga keuangan formal di pasar pinjaman online.
Simak juga Video: Ribuan SIM Card Teregistrasi Pinjol, Polri 'Colek' Kominfo-Dukcapil