Jakarta -
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin ekonomi yang selama ini ditopang oleh konsumsi dialihkan ke sektor yang lebih produktif. Maka itu, pihaknya akan mendorong hilirisasi, investasi dan ekspor.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam pidato Sidang Tahunan MPR 16 Agustus 2021 lalu.
"Struktur ekonomi kita yang selama ini lebih dari 55% dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga, harus terus kita alihkan menjadi lebih produktif dengan mendorong hilirisasi, investasi dan ekspor," ungkap Jokowi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Investasi sendiri telah menjadi fokus pemerintah sejak tahun lalu dengan hadirnya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang mulai diimplementasikan tahun ini. Bentuk implementasi ini antara lain melalui sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko.
Jokowi berharap, pertumbuhan investasi menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional. Optimisme ini sejalan dengan kinerja realisasi investasi yang tumbuh signifikan di bawah Kementerian Investasi. Sampai semester I-2021 tercatat realisasi investasi sebesar Rp 442 triliun, tumbuh 10% (year on year) dibandingkan periode sama tahun lalu.
"Investasi tersebut menyerap lebih dari 620 ribu tenaga kerja Indonesia. Penambahan investasi di bulan-bulan ke depan ini kita harapkan bisa memenuhi target Rp 900 triliun, serta menciptakan lapangan kerja baru dan menggerakkan perekonomian," Jokowi.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menyampaikan, pada semester I-2021 komponen belanja pemerintah tidak lagi menjadi satu-satunya penopang pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang terjadi pada 2020.
"Kalau dilihat 2020 hanya konsumsi pemerintah tumbuh positif, konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, impor semuanya overall negatif pada 2020. Namun saat masuk 2021, pada kuartal I, investasi sudah mendekati penguatan signifikan, ekspor sudah tumbuh positif. Artinya semua komponen sudah mulai menguat tumbuh signifikan, dan ini makin nyata pada kuartal II-2021 semua komponen tumbuh kuat," jelas dia
Febrio menyebut reformasi struktural diharapkan meningkatkan daya saing yang akan terlihat dalam tambahan investasi dalam perekonomian dan daya saing secara global.
"Sehingga pertumbuhan ekspor harusnya bisa kita dorong lebih kuat lagi dari agenda reformasi struktural tersebut," kata dia.
Kepala Center of Industry Trade and Investement Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, langkah pemerintah meluncurkan OSS berbasis risiko memang tepat mengingat kendala saat memulai bisnis di Indonesia memang terkait perizinan.
"EoDB Indonesia memang belum cukup baik, faktor yang menyebabkan kesulitan berusaha di Indonesia adalah saat memulai. Proses perizinan legal form yang sulit, waktu dan prosedur yang rumit, sampai urusan biaya. OSS berbasis risiko menurut saya mencoba menjawab masalah ini," katanya.
Meski demikian, Andry menilai masih ada beberapa aspek lain yang kerap menghambat kemudahan berusaha di tanah air. Mulai dari proses pengurusan lahan yang rumit, sampai sengketa bisnis yang membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi sehingga menimbulkan ketidakpastian berusaha. Hal-hal ini dinilai Andry perlu turut diperbaiki untuk mengerek naik peringkat EoDB nasional lebih jauh lagi.