Pemerintah sejak 2001telah mencanangkan sebuah nomor bersama sebagai Single Identity Number (SIN) Pajak yang menyatukan banyak identitas warga negara ke dalam satu nomor bersama. Hal ini untuk memudahkan penggunaan data yang dimiliki setiap orang.
Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan periode 2001-2006 Hadi Poernomo mengatakan SIN Pajak adalah penyatuan data secara online dan terintegrasi seluruh data baik keuangan maupun nonkeuangan yang digunakan sebagai data pembanding atas laporan perpajakan dari wajib pajak.
"SIN Pajak dibentuk ke dalam sebuah sistem informasi yang terintegrasi dimana berisi data-data baik finansial maupun nonfinansial," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam UU KUP, konsep SIN sebagai manajemen informasi perpajakan dinyatakan sebagai kewajiban bagi setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Ia menjelaskan dalam hal data dan informasi yang diberikan dianggap tidak mencukupi, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
"Data yang interkoneksi secara online dan tidak adanya campur tangan manusia dalam pengambilan data dan pengujian link and match menjadikan pengujiannya bersifat obyektif," katanya.
Mekanisme seperti ini, kata dia, akan dapat membuat penerimaan pajak tercapai. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya lagi celah bagi Wajib Pajak untuk menyembunyikan sesuatu atau aparat pajak bermain-main karena seluruh celah kecurangan akan dapat diketahui dengan mudah dengan mekanisme pencocokan data pada Pusat Data.
"Pemetaan tersebut adalah dengan konsep link and match dimana uang atau harta baik dari sumber yang legal maupun ilegal selalu digunakan dalam 3 (tiga) sektor, yaitu konsumsi, investasi, dan tabungan," jelasnya.
Apa manfaat dari SIN Pajak tersebut? klik halaman berikutnya.