Ada Wacana Tembakau hingga Kelapa Sawit bakal Dilindungi Undang-undang

Ada Wacana Tembakau hingga Kelapa Sawit bakal Dilindungi Undang-undang

Siti Fatimah - detikFinance
Minggu, 05 Sep 2021 14:39 WIB
Pekerja membongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk di Mamuju Tengah , Sulawesi Barat, Rabu (11/08/2021). Harga TBS kelapa sawit tingkat petani sejak sebulan terakhir mengalami kenaikan harga dari Rp1.970 per kilogram naik menjadi Rp2.180  per kilogram disebabkan meningkatnya permintaan pasar sementara ketersediaan TBS kelapa sawit berkurang. ANTARA FOTO/ Akbar Tado/wsj.
Foto: ANTARA FOTO/AKBAR TADO
Jakarta -

Komoditas strategis perkebunan yang selama ini dinilai berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional akan diproteksi melalui payung hukum Undang-undang (UU). Saat ini, diketahui ada kekosongan hukum yang meliputi komoditas tersebut.

"Hingga saat ini masih ada kekosongan hukum yang bisa memproteksi komoditi-komoditi strategis perkebunan kita," ujar Anggota Komisi IV Firman Subagyo dalam keterangannya, Minggu (5/9/2021).

Padahal, kata Firman, ada beberapa komoditas perkebunan yang telah terbukti berkontribusi pada perekonomian nasional. Misalnya seperti yang berkontribusi pada penerimaan negara dari cukai sekitar Rp 172 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu belum termasuk dari pajak dan penyerapan tenaga kerja yang bekerja di sektor tembakau baik di on farm (hulu) maupun di industri hingga pemasarannya," ujar politikus Partai Golkar tersebut.

Ada juga kelapa sawit yang justru memberikan kontribusi lebih besar. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan pada 2020 sawit menghasilkan devisa sebesar US$ 22,97 miliar atau setara dengan Rp 327 triliun (kurs dolar Rp 14.251). Kontribusi itu disebutnya belum termasuk pajak dan tenaga kerja yang bekerja di sektor kelapa sawit.

ADVERTISEMENT

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan industri kelapa sawit ini mampu menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung.

Menurut Firman, komoditas yang akan diproteksi dalam UU ini nantinya bukan hanya tembakau dan kelapa sawit saja, namun juga ada kopi, karet, teh maupun tebu. "Mungkin nanti akan ada lima atau enam komoditas," ujarnya.

Dia mengatakan, indikator komoditas perkebunan yang akan diatur dan diproteksi oleh UU ini antara lain, komoditas tersebut berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, kemudian harus komoditas yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Selain itu, komoditas tersebut juga berdampak pada kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia.

"Kenapa indikator ini kita masukkan? Karena bercocok tanam itu tidak semata-mata bermotif ekonomi belaka, namun di situ merupakan culture masyarakat kita ini yang agraris ini," paparnya.

lanjut ke halaman berikutnya

Firman bilang, peraturan UU yang memproteksi komoditas strategis itu sudah dilakukan di banyak negara. Amerika Serikat (AS) misalnya, sudah mempunyai UU yang melindungi komoditas kedelai, jagung, kapas dan gandum. "Karena komoditas-komoditas itu dianggap sebagai strategis dan menghasilkan devisa bagi AS," tuturnya.

Dia juga menyebutkan negara lain seperti Turki yang memiliki UU untuk melindungi tembakau, Malaysia untuk perkelapasawitan, dan Jepang mempunyai UU perberasan. Dia menilai, ironis bagi Indonesia, komoditi-komoditi strategisnya tidak ada perlindungan hukumnya.

"Jika ini dibiarkan akan sangat berbahaya bagi kelangsungan komoditas-komoditas itu. Sangat rentan diganggu pihak asing. Lihat saja selama ini tembakau dan sawit terus-terusan jadi sasaran tembak LSM asing," ungkapnya.

Jika dibuatkan UU untuk komoditas perkebunan ini maka pihaknya mengharapkan komoditas strategis tersebut dapat lebih berkembang dan terus memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional.



Simak Video "Video Prabowo: Negara Kita Sesungguhnya Tak Perlu impor BBM Sama Sekali"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads