Pendemi telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap sejumlah sektor industri. Salah satunya merupakan jasa pengiriman kontainer.
Melansir CNN, Kamis (9/9/2021), akibat pandemi selama berbulan-bulan rantai pasokan global telah mencapai titik puncaknya, memicu kekurangan barang dari chip komputer hingga milkshake McDonald's. Ketika pandemi melanda, jalur pelayaran utama membatalkan puluhan pelayaran.
Permasalahan ini tentu tidak hanya berimbas kepada perusahaan atau exportir-importir besar, namun juga berimbas kepada pengusaha atau bisnis kecil-menengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai contoh, kelangkaan jasa pengiriman kontainer ini sangat dirasakan oleh toko manisan bernama Lavolio di London. Mereka biasanya menggunakan jasa pengiriman kontainer untuk mengimpor kaleng alumunium untuk mengemas manisan yang akan mereka jual.
Mereka biasa memesan setidaknya 30.000 kaleng dari pabrik di Asia Timur ke pelabuhan di Suffolk, Inggris. Menyewa peti kemas untuk rute ini biasanya menghabiskan biaya sewa antara $1.500 dan $2.000 (sekitar Rp 21,3 juta - Rp 28,4 juta bila dihitung dengan kurs Rp 14.200/dolar AS). Kali ini, mereka harus mengeluarkan lebih dari $10.000 atau sekitar Rp 142 juta untuk satu kali pengiriman.
"Panjang dan pendeknya adalah mimpi buruk, dan belum pernah terjadi sebelumnya bagi kami," kata Hunt, co-founder Lavolio.
Sebelum virus corona menyerang, perusahaan dapat menyewa kotak kontainer sederhana berukuran 20 kaki atau 40 kaki dengan relatif mudah, memungkinkan mereka untuk memindahkan barang dengan biaya rendah. Selain itu kontainer memiliki masa pakai sekitar 15 tahun sebelum didaur ulang menjadi solusi penyimpanan atau bangunan berbiaya rendah.
Tetapi setelah adanya pandemi mengakibatkan kontainer menjadi sangat langka dan sangat mahal. Menurut data dari sebuah konsultan penelitian maritim, Drewry, satu tahun yang lalu perusahaan dapat menyewa kontainer baja 40 kaki pada rute standar antara China dan Eropa dengan biaya sekitar $1.920 (sekitar Rp 27,2 juta). Sekarang, perusahaan perlu menghabiskan lebih dari $ 14.000 (sekitar Rp 198,8 juta).
Angka ini meningkat lebih dari 600%. Sementara itu, biaya membeli kontainer secara langsung telah berlipat ganda secara efektif.