Senada dengan itu, Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno juga termasuk sejak awal yang kurang setuju mengenai proyek tersebut. Ada banyak alasan yang ia ungkapkan dari mulai perizinan amdal yang sangat cepat hingga lokasi kereta cepat yang tidak berada di pusat kota.
"Saya termasuk dulu yang kurang setuju dengan kereta cepat Jakarta Bandung, sampai buat amdalnya pun cepat sekali 1 bulan jadi. Nah itu kan keterlaluan juga, maksud saya Presiden kok dibohongi kan kasian. Jadi akhirnya diputuskan kan waktu itu pakai uang negara, bisnis to bisnis di sini BUMN, ada 4 BUMN dan hanya beberapa yang bertahan," kata Djoko.
Mengenai tarif, Djoko menilai dengan tarif misalkan Rp 300 ribu bisa saja masyarakat menerima. Akan tetapi, tentu harus bersiap dengan transportasi lain apalagi jika mengingat lokasi kereta cepat tidak berada di pusat kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya nggak tahu dulu tarifnya ekspres Rp 200 ribu tapi sekarang Rp 200 juga laris kereta yang biasa. Tapi kan kedudukannya pusat kota dia (kereta api reguler). Nah sementara Jakarta-Bandung ini kan orang masih punya pilihan lain, naik kereta biasa Rp 200 ribu, apalagi itu di tengah-tengah kota. Ini Rp 300 ribu mesti ada lah yang menggunakan cuman yang pakai wilayah timur," pungkasnya.
(zlf/zlf)