Pemerintah memiliki rencana untuk mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah barang dan jasa. Misalnya sembako, jasa pendidikan sampai jasa layanan kesehatan. Hal ini tercantum dalam rencana revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Hari ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja dengan komisi XI DPR RI. Rencana-rencana tersebut ditolak oleh sejumlah anggota DPR. Menurut mereka, pengenaan PPN di dalam kondisi ekonomi yang masih terdampak pandemi akan membuat masyarakat semakin sulit.
Anggota komisi XI DPR Fraksi Partai Nasdem Fauzi Amro mengungkapkan dirinya menolak tegas pengenaan pajak ke sejumlah bidang tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini akan memberatkan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah," kata dia dalam raker di komisi XI, Senin (13/9/2021).
Fauzi menyebutkan lebih baik pemerintah menarik pajak dari sumber lain misalnya mengejar perusahaan teknologi yang beroperasi di Indonesia untuk membayar pajak seperti Google, Facebook, Instagram, Twitter sampai Netflix. Selanjutnya ecommerce seperti Tokopedia sampai Shopee.
"Untuk menutupi defisit, Nasdem setuju berbagai sektor potensial yang ditarik seperti pajak cukai plastik, pajak digital, minuman berpemanis hingga pajak karbon," jelas dia.
Kemudian anggota komisi XI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharam menyayangkan jika pemerintah memiliki rencana penarikan pajak tersebut.
Apalagi di masa pandemi kebutuhan pokok seperti sembako, pendidikan hingga kesehatan merupakan hal yang sangat penting. "Fraksi PKS dengan tegas tidak bisa menerima pengenaan PPN atas kebutuhan pokok yang mendasar. PKS tidak bisa menerima jika layanan sosial dan pendidikan hingga keagamaan dikenakan pajak," jelas dia.
Lanjut ke halaman berikutnya.