Terungkap! Ini Alasan Uang Pemda Mengendap di Bank Sampai Ratusan Triliun

Terungkap! Ini Alasan Uang Pemda Mengendap di Bank Sampai Ratusan Triliun

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 16 Sep 2021 15:23 WIB
Pekerja merapihkan uang Dollar dan Rupiah di Cash Center BRI Pusat, Jakarta, Kamis (5/6/2014). Nilai tukar rupiah hingga penutupan perdagangan sore pekan ini hampir menyentuh angka Rp 12.000 per-dollar US.
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Dana pemerintah daerah yang menumpuk hingga ratusan triliun di perbankan menimbulkan tanda tanya besar. Apa alasan mereka melakukan itu? Apakah ada tujuan terselubung?

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Mochamad Ardian menjelaskan alasan besarnya uang pemda di perbankan. Pertama dari komposisi APBD secara rata-rata di seluruh Indonesia sekitar 70,35% pendapatan daerah bergantung pada transfer dari pusat ke daerah, baik itu DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus), DBH (dana bagi hasil), maupun DID (dana insentif daerah). Sedangkan yang bersumber dari PAD (pendapatan asli daerah) hanya 27,06%.

Nah dari pendapatan tersebut sekitar Rp 403,68 triliun untuk belanja pegawai. Sementara total PAD hanya Rp 307,08 triliun. Dari angka itu dia menegaskan bahwa memang masih banyak daerah yang bergantung pada dana transfer daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau PAD untuk bayar gaji nggak ada cukup, minus Rp 100 triliun. Untuk itu secara rata-rata pemerintah daerah sangat bergantung pada dana transfer. Meskipun ada beberapa daerah yang komposisi PAD-nya cukup baik, PAD-nya lebih tinggi dari dana transfer," terangnya dalam acara diskusi virtual, Kamis (16/9/2021).

Ardian menjelaskan, di masa pandemi ini PAD rata-rata pemda mengalami penurunan yang cukup dalam. Dia mencatat hanya ada 3 retribusi yang mengalami kenaikan, yakni retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan pemakaman dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

ADVERTISEMENT

Selain dari 3 retribusi itu mengalami penurunan. Tak hanya itu dana transfer daerah dari pusat juga mengalami penurunan karena adanya kebijakan refocussing yang dilakukan pemerintah pusat.

"DAU-nya dikurangi, bahkan beberapa pemda mungkin yang belum lapor atau tidak membuat APBD sesuai mandatory spending itu ditunda dulu DAU-nya," tambahnya.

Dia melanjutkan, bagi pemda yang sedang mengalami kesulitan keuangan seperti PAD yang turun dan DAU yang ditahan, membuat mereka harus memutar otak agar tetap bisa melakukan pengeluaran wajibnya. Seperti membayar belanja pegawai, kebutuhan listrik, air telepon, pelayanan publik dan lain sebagainya.

Tonton juga Hobi Jadi Investasi, Bisnis Koleksi Action Figure

[Gambas:Video 20detik]



Menurut Ardian mereka akhirnya menahan belanja untuk 1-2 bulan ke depan. Tujuannya agar ketika PAD atau DAU-nya seret masih ada uang yang bisa dibayarkan.

"Jadi kecenderungan pemda memang menahan belanja untuk 1-2 bulan ke depan, karena pemda tidak bisa memprediksi bulan depan berapa uang yang masuk, baik dari transfer maupun dari PAD. Jadi harus disiapkan, pada saat disiapkan terkesan pemda menyimpan uangnya," ucapnya.

Hal itulah yang membuat uang pemda terlihat sengaja ditumpuk di perbankan. Ardian pun menegaskan bahwa pandangan itu tidak benar. Sebab uang yang ada di perbankan sudah ada peruntukannya.

Ardian juga mengakui di Kemendagri juga ada kebijakan manajemen kas. Pemda diperbolehkan menempatkan dananya di deposito perbankan dalam rangka manajemen kas.

"Artinya kita memforcasting saat ini saya punya uang Rp 50 triliun, akan saya belanjakan 2 bulan ke depan. Maka menunggu uang ini dikeluarkan, kami atau pemda boleh memindahkan uang ini ke deposito atau giro, tapi tadi dalam rangka manajemen kas. Pada saat pemda butuh, bahkan hari ini butuh langsung kontak, kembalikan uangnya, hari ini kami bayar. Itu bisa," terangnya.

Tonton juga Hobi Jadi Investasi, Bisnis Koleksi Action Figure

[Gambas:Video 20detik]




Hide Ads