Erick Tohir Bicara Unicorn RI yang Banyak Didanai Asing: Itu Salah Kita!

Erick Tohir Bicara Unicorn RI yang Banyak Didanai Asing: Itu Salah Kita!

Sui Suadnyana - detikFinance
Minggu, 19 Sep 2021 23:00 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono/detikcom
Denpasar -

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir mengungkapkan, Indonesia kini baru mempunyai lima unicorn. Namun, para unicorn tersebut lebih banyak didanai oleh pihak asing.

"Selama ini banyak unicorn itu dananya dari asing semua, kenapa, ya bukan salah asingnya, salah kitanya. Karena kita tidak pernah ada di belakang mereka," kata Erick Tohir di Kampus STMIK Primakara, Denpasar, Bali, Minggu (19/9/2021).

Karena itu, Erick Tohir berharap bila ada startup yang berpotensi jadi unicorn dan founder-nya orang Indonesia, maka pembiayaan terbesar juga harus dari dalam negeri. Ia kemudian mendorong BUMN di Indonesia untuk investasi di startup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erick memaparkan, sejauh ini sudah ada lima BUMN yang berinvestasi pada startup, mulai dari Telkom di 57 startup, Telkomsel 15, BRI 15, Mandiri Capital 15. Selain itu, BNI kini juga mulai masuk berinvestasi di startup.

"Sekarang BNI juga mulai masuk. Kemarin direksinya saya panggil. Tetapi cukup lima saja, karena kebiasaan BUMN kalau dibuka semua pada investasi di startup," kata Erick Tohir.

ADVERTISEMENT

Menurut Erick Tohir, jumlah lima unicorn di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara lain seperti China di angka 100an dan AmEricka 250an. Erick Tohir berharap, Indonesia bisa memiliki unicorn paling tidak seperempat dari China, yakni sekitar 25 unicorn.

"Masak kita tidak bisa (mencapai) seperempat China, jadi dari lima potensinya ke 25. Jadi ada 20 (penambahan)," terang Erick Tohir.

Di sisi lain, Erick Tohir mengapresiasi upaya Kampus STMIK Primakara karena telah memikirkan era digitalisasi. Era ini, menurutnya, akan terus menjadi gelombang besar yang harus dimenangkan oleh Indonesia. Salah satu yang harus diperbaiki dalam upaya memenangkan era digitalisasi adalah human capital.

"Dan tentu ini menjadi sebuah challenges yang terberat kalau kita tidak punya human capitalnya yang bisa untuk melakukan digitalisasi, yang akhirnya kita hanya menjadi market, produknya juga enggak punya," terang Erick Tohir.

(dna/dna)

Hide Ads