Sudah lebih dari satu bulan telah berlalu sejak Taliban menduduki Kabul dan mengambil alih kekuasaan di Afghanistan. Namun, ketersediaan uang tunai di negara tersebut mulai langka, dan Afghanistan dilanda krisis ekonomi.
Hal ini bahkan sempat membuat Taliban menyita uang tunai dan emas senilai lebih dari 12 juta dolar AS (lebih dari Rp 170 miliar) dari para mantan pejabat pemerintah Afghanistan sebelumnya. Taliban kemudian menyerahkan hasil sitaan tersebut ke bank.
Meski demikian, dikabarkan bahwa sebenarnya negara tersebut memiliki harta karun yang dapat memberikan mereka kekayaan berlimpah. Dikutip dari Khama, Afghanistan memiliki cadangan tambang dan energi utuh hingga US$ 3 triliun atau setara dengan Rp 43.163 triliun (kurs Rp 14.387).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkiraan itu dibuat menjelang akhir siklus super komoditas terakhir pada 2010 lalu dan bisa bernilai lebih besar di masa sekarang, setelah pemulihan ekonomi global dari guncangan virus corona yang membuat lonjakan harga sejumlah komoditas, dari tembaga hingga lithium tahun ini.
Pada 10 tahun yang lalu, lembaga penyelidikan geologi Amerika Serikat (AS) menyebut total nilai tambang dan sumber daya alam (SDA) Afghanistan mencapai US$ 1.000 miliar.
Berbagai bahan tambang ada di dalam perut bumi Afghanistan seperti emas, perak, plutonium. Lalu uranium, tantalum, bauksit, gas alam, garam, batu logam, tembaga, perak, kromium, timah, bedak, belerang, batu bara, barit, dan seng. Barang tambah tersebut disebut langka di dunia, itulah yang menjadi perebutan.
Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Afghanistan memprediksi SDA Afghanistan ini bernilai US$ 3 triliun. Setidaknya ada 1.400 titik yang memiliki berbagai jenis sumber daya alam seperti gas alam, batu bara, garam, uranium, tembaga, emas dan perak.