Badan Pimpinan Daerah (BPD) Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta menolak rencana sertifikasi Clean, Health, Safety, Environment (CHSE). Ketua BPD PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengungkapkan rencana sertifikasi itu dinilai bersifat marketing gimmick.
Hal ini karena sejak lama perhotelan sudah menerapkan praktik tersebut dan sudah menjadi best practice hotel. Bahkan sudah masuk dalam penerapan standar laik sehat, food safety management system dan OHSA.
"Protokol Kesehatan yang diterapkan pada sektor Hotel dan Restoran telah dilaksanakan dengan baik, bahkan Hotel dan Restoran adalah sektor yang paling siap dalam mengimplementasikan prokes tersebut," kata dia dalam konferensi pers virtual, Senin (27/9/2021).
Menurut dia, hal tersebut tidak bisa dipaksakan. Kondisi ini bisa membuat sektor perhotelan dan restoran semakin berat. Bahkan bisa membuat masalah baru bagi bisnis.
Dia menjelaskan CHSE ini digadang-gadang akan di terapkan pada seluruh industri pariwisata termasuk Desa Wisata dan lain-lain, apabila akan di dorong menjadi sertifikasi mandiri dengan mekanisme OSS berapa banyak kapitalisasi dana yang akan terhimpun dari program yang kurang bermanfaat ini dan tentunya akan sangat membebani pengusaha. (Saat ini masih gratis dan berlaku selama satu tahun).
Sutrisno menyebut sebagai gambaran umum, dengan jumlah hotel bintang dan non bintang saat ini yang menurut data BPS terdapat 29,243 maka apabila biaya sertifikasi ditetapkan Rp 10 juta saja maka akan terkumpul Rp 292 miliar lebih per tahunnya. Sedangkan jumlah restoran di seluruh Indonesia menurut (Euromonitor International, 2019; Yuningsih, 2021), adalah 118,069 jika biaya diasumsikan Rp 8 juta saja per unit maka akan terjadi pengeluaran sebesar lebih dari Rp 944 miliar yang sangat memberatkan.
"Ini termasuk negative sum game, transfer economic value dari hotel dan restoran kepada pelaku usaha lain pelaksana sertifikasi CHSE. Kami menganggap ini adalah bentuk ketidakadilan," jelas dia.
Menurutnya sertifikasi CHSE ini justru bertentangan dengan upaya recovery bisnis pariwisata yang telah terdampak paling buruk dari sektor ekonomi lainnya. Disamping itu saat ini sudah terlalu banyak sertifikasi-sertifikasi yang diterapkan seperti; sertifikasi usaha, sertifikasi laik sehat, sertifikasi profesi, sertifikasi K3 dan lain-lain yang semuanya tentu membawa konsekuensi biaya.
"Untuk itu kami berkesimpulan bahwa sertifikasi CHSE tidak layak untuk dijadikan kewajiban setiap tahun dengan biaya yang berat apalagi dimasukkan dalam OSS, akan sangat memberatkan dan tidak berdampak peningkatan ekonomi bagi wisata khususnya hotel dan restoran. Apalagi OSS saat ini sangat rumit jauh dari sempurna sehingga banyak menimbulkan masalah baru bagi kegiatan bisnis," jelasnya.
Simak Video "Video: Imbauan Kemenpar untuk Pengelola Pariwisata Saat Libur Lebaran"
(kil/zlf)