Labirin Legislasi Kratom

Kolom

Labirin Legislasi Kratom

Ade Jun Panjaitan - detikFinance
Senin, 11 Okt 2021 15:10 WIB
Petani Kratom
Ilustrasi Petani Kratom. Foto: Yudistira Imandiar

Asas Legalitas

"Tapi, karena action plans itu bersumber hanya dari imbauan (Komnas), jadi ada (K/L) yang komitmen menjalankan, ada juga yang tidak," lanjut sumber tersebut. Di sisi lain, kegiatan yang diramu K/L sejak 2017 tersebut ternyata juga sulit dilaksanakan lantaran ketiadaan dasar hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contohnya, masyarakat Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sempat mengusir kehadiran personil BNN yang hendak mengedukasi tentang bahaya kratom. "Kami sudah tahu bahaya kratom. Ada juga warga kami yang sakit bahkan meninggal karena kebanyakan pakai kratom," ujar Samin, salah seorang petani kratom di Kapuas Hulu ketika dihubungi penulis.

Namun, lanjut Samin, selama digunakan dalam dosis tepat, kratom sangat berguna untuk kesehatan khusus dalam menjaga stamina. Apalagi kratom belum resmi dilarang. Selama permintaan masih ada, dirinya tidak akan berhenti menanam kratom, mengingat sebagai penopang ekonomi keluarganya dalam dekade terakhir.

ADVERTISEMENT

Cerita lain diungkapkan Richard, salah satu eksportir tepung kratom asal Pontianak, ketika bertemu penulis di Jakarta beberapa hari lalu. Sejak harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit anjlok hingga ke level di bawah Rp 5.000/ kilogram pada tahun 2016 lalu, Richard bersama sepupunya menyulap kebun kelapa sawit dengan luas sekitar 60 hektare yang ada di Putu Sibau, menjadi ladang ketum.

"Harga jual (daun remahan kratom) dari petani bisa Rp 28.000,- per kilogram," beber Richard. Selain sepupunya, Richard juga berkongsi dengan petani sekitar, sehingga total luas lahan mencapai ratusan hektare dengan pasokan daun kratom siap jual berkapasitas 40 ton.

Euforia para pelaku usaha kratom khusus wilayah Kalbar pun kian bergelora, tatkala pejabat setempat, baik eksekutif maupun legislatif, terus memberi lampu hijau pada bisnis ini. Janji melenggangkan bisnis kratom pun kerap menjadi materi utama kampanye para kontestan pilkada, khususnya di daerah-daerah penghasil kratom.

Seperti dilansir dari Antara, Gubernur Kalbar Sutarmidji menyebutkan, setidaknya ada 200 ribu keluarga di Kalbar, yang bergantung hidup pada kratom. Kratom pun tak bisa langsung dilarang, karena butuh waktu dalam hal pengalihan sumber pendapatan masyarakat. Dampak ekologi pemusnahan ladang kratom juga menjadi alasan lain penundaan legislasi.

Bisnis kratom memang cukup berhasil mengatrol kesejahteraan masyarakat Kalbar. Bila tak sempat berkunjung langsung, akan mudah ditemukan literasi yang memotret kehidupan mereka di dunia maya. Pun tentang kajian ilmiah mengenai pentingnya kratom dari kaca mata sosial, ekonomi, ekologi, membanjiri daftar hasil mesin pencari.

Lantas bagaimana cerita di sisi kontra kratom. Hasil selancar penulis, hanya opini yang berseliweran. Itupun, berkutat pada dampak senyawa dan efek samping yang ditimbulkan. Sementara dari perspektif penegakan hukum, belum ada kajian ilmiah yang bersumber dari objek empiris. Misal data prevelensi penyalah guna, korban sakit/meninggal, atau akibat perilaku yang ditimbulkan kratom.

Maka tak heran, dari 2 (dua) aturan perubahan penggolongan narkotika yakni Permenkas Nomor 50 tahun 2018 dan Permenkes Nomor 44 Tahun 2019, nama kratom tak kunjung melenggang masuk ke dalam daftar narkotika yang dilarang.

Lanjut ke halaman berikutnya



Simak Video "Duh! Napi di Gowa Kendalikan Peredaran Sabu di Luar Lapas"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads